TEMPO.CO, Yogyakarta - Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 tidak berpotensi memicu gelombang baru Covid-19 di Tanah Air meski punya kemampuan menginfeksi manusia lebih mudah. “Angka bed occupation rate di bawah 3 persen, tidak ada tren peningkatan seperti kasus sebelumnya,” kata juru bicara G20 Bidang Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, di sela konferensi pers pertemuan pertama Menteri Kesehatan G20 di Yogyakarta Marriot Hotel, Senin 20 Juni 2022.
Nadia mengatakan, potensi peningkatan kasus varian baru Omicron itu ada. Di Indonesia misalnya, dalam beberapa hari terakhir bertambah lebih dari 1.000 kasus baru Covid-19 setiap harinya. Namun, ditegaskannya pula, pemerintah melokalisir pasien supaya tidak terjadi lonjakan kasus.
Selain itu, pengawasan dilakukan terhadap pasien gejala sedang dan berat yang menjalani perawatan di rumah sakit. Belum lagi tingkat kekebalan atau imunitas yang disebutnya telah mencapai 98 persen. Jadi, dengan tiga alasan itu, meski ada lonjakan kasus, Kemenkes tidak melihat ada potensi gelombang baru kasus Covid-19.
"Pemerintah tetap menggencarkan testing dan sistem surveillance. Masyarakat agar tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat di Kementerian Kesehatan itu.
Omicron BA.4 dan BA.5 merupakan turunan dari Varian of Concern (VoC) Omicron yang sudah menyebar di lebih dari 40 negara. Memiliki mutasi gen L.452 seperti yang ada pada varian Delta Delta, Omicron BA.4 dan BA.5 mudah sekali menginfeksi manusia. Bukan hanya mereka yang belum divaksin, tapi juga yang telah menerima dosis lengkap, bahkan yang sudah pernah terinfeksi BA.1, BA.2, dan BA.
Kemampuan infeksi ulang Covid-19 disebabkan oleh turunan dari mutasi Delta L.452 yang dengan mudah mengikat reseptor angiotensin converting enzyme (Ace 2) yang ada di banyak sel organ manusia, khususnya sel paru-paru.
Dalam keterangan sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut puncak dari penularan Covid-19 subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 ini di Afrika Selatan sekitar sepertiga dari puncak Covid-19 varian Delta dan Omicron (BA.1 dan BA.2). Afrika Selatan masih terhitung yang terbesar untuk proporsi jumlah kasus varian baru Omicron di seluruh dunia.
"Kasus hospitalisasinya juga sepertiga dari kasus Delta dan Omicron orisinal, sedangkan kasus kematiannya sepersepuluhnya," kata dia sambil menambahkan Afrika Selatan masih terhitung yang terbesar untuk proporsi jumlah kasus Omicron BA.4 dan BA.5 di seluruh dunia.
Baca juga:
Direktur Jenderal WHO Tedros di Yogyakarta, Ini Agendanya