TEMPO.CO, Jakarta - Kebakaran hutan dan lahan gambut menjadi masalah yang datang setiap tahun di sejumlah daerah di Indonesia. Sekalipun lokasinya berbeda-beda, tapi masalahnya sama, yakni berupa pemadaman yang sangat sulit karena api menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat dan sulit dideteksi, serta menimbulkan asap tebal.
Upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan gambut selama ini telah dilakukan secara intensif oleh pemerintah pusat. Tapi, sayang, lebih bersifat penanggulangan--bukan pencegahan. Meski telah disadari pencegahan lebih penting namun pada praktiknya upaya untuk ini minim, termasuk alokasi anggarannnya di setiap daerah.
Anggaran dari pemerintah pusat, misalnya, baru turun justru setelah ada penetapan darurat bencana. Padahal, penetapan itu berarti kebakaran yang terjadi sudah meluas dan berat, sehingga penanggulangannya pun dipastikan membutuhkan biaya yang besar. "Ini menjadikan kami selalu bergantung kepada pemerintah pusat," kata Husin, Sekretaris Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir, dalam Pertemuan Nasional 'Strengthening Indonesian Capacity for Anticipatory Peat Fire Management' di Jakarta, Senin 27 Juni 2022.
Baru sejak 2018-2019, model penanganan kebakaran hutan dan lahan dalam skala lansekap (klaster) dikembangkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Model ini mengedepankan upaya pencegahan yang bersifat kolaboratif dan melibatkan semua pihak di daerah, termasuk swasta dan pemerintahan tingkat desa.
Harapannya, mengikis kejadian kebakaran dan kebutuhan biaya besar untuk penanggulangannya tersebut. Selain tentu saja mengurangi dampak lainnya.
Selama setahun belakangan, sebanyak tiga daerah dijadikan proyek pilot model tersebut melalui program Strengthening Indonesian Capacity for Anticipatory Peat Fire Management (SIAP-IFM) difasilitasi oleh Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan atau KEMITRAAN dan didukung oleh USAID dan United Nation Environmental Programme (UNEP). Mereka juga bekerja sama dengan Kishugu dari Afrika Selatan dan Center for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia Pasific - Institut Pertanian Bogor.
Tiga daerah pertama yang dipilih adalah Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan; Kabupaten Pelalawan, Riau; dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Ketiganya mewakili daerah yang memiliki lahan gambut luas.
Helikopter MI-17 milik BNPB melakukan pemadaman kebakaran lahan dari udara (water bombing) di Desa Lebak Deling, Pangkalan Lampam, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, 3 Agustus 2017. Lahan gambut seluas 30 hektare di lokasi tersebut terbakar sejak Rabu dan baru dapat dipadamkan Kamis. ANTARA/Nova Wahyudi
"Pendekatan model klaster ini diharapkan dapat mengubah paradigma penanganan karhutla dari upaya pemadaman api ke upaya pencegahan kebakaran," kata Laode M. Syarif, Direktur Eksekutif KEMITRAAN. Dia menambahkan, "Strategi kolaborasi semua pihak sangat dibutuhkan karena kebakaran di lahan gambut sulit dipadamkan.”
Seperti apa dukungan yang diberikan di setiap daerah?
Perwakilan seluruh daerah dalam program SIAP-IFM hadir dalam pertemuan nasional Senin lalu. Mereka menyatakan mendukung program itu dan telah membuat sejumlah aturan yang melandasi kelembagaan, struktur, dan mekanisme kerja klaster di daerah masing-masing.
Di Pulang Pisau, misalnya, Tony Harisinta, sekretaris daerah, mengungkap sudah dibuatkan peraturan bupati yang terkini tentang penanggulangan kebakaran hutan dan lahan terpadu yang melibatkan semua sektor. Lalu peraturan tingkat desa dan terbentuknya kerja sama kepala desa se-kecamatan.
“Telah disahkan pula Rencana Aksi Daerah Pengendalian Karhutla 2022 yang menjadi dokumen pertama di Provinsi Kalimantan Tengah, dan mungkin di Indonesia, yang mengedepankan pendekatan pencegahan dalam penanganan bencana karhutla,” ujarnya. Dokumen memuat 12 kelembagaan/organisasi/badan yang akan terlibat dalam 50 unit kegiatan dengan nilai anggaran total Rp. 12.683.054.960.
Sejumlah petugas gabungan dari tentara Indonesia dan tim pemadam kebakaran, berusaha memadamkan api yang membakar lahan gambut di Pulang Pisau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 29 Oktober 2015. REUTERS
Di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Husin menyebut Surat Keputusan Bupati tentang pembentukan klaster pencegahan dan penanggulangan karhutla 2022-2026. Pada tahap awal, dia mengklaim, sudah terdapat 17 perusahaan yang tergabung dalam Komite Klaster dari 43 perusahaan yang bekerja dan mendapat izin usaha di wilayah OKI. Mereka diwajibkan menjalankan program pembinaan, termasuk pembiayaan atas desa di dalam konsesi dan desa di dalam jarak tiga kilometer dari batas luar konsesi.
Adapun Wakil Bupati Pelalawan, Nasaruddin, mengungkap contoh implementasi model klaster berupa inisiatif mandiri pembuatan embung dan sumur resapan oleh beberapa pemerintah desa di daerah paling rawan. Sumur dan embung ini diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam penanggulangan saat kebakaran terjadi dan sumber air untuk pembasahan gambut.
Sedangkan untuk peran perusahaan yang sudah muncul disebutnya pembangunan posko-posko menggunakan dana bagi hasil. "Kami berterima kasih karena perusahaan-perusahaan adalah kuncinya," kata dia yang juga menegaskan upaya pencegahan yang seharusnya jauh lebih diutamakan dalam bencana kebakaran hutan dan lahan gambut. "Dananya seharusnya jadi paling utama juga, jangan dikecil-kecilkan, karena kalau sudah pemadaman, dananya jauh lebih besar," kata dia.