Konsekuensi mosaikisme
Temuan yang harus diwaspadai lainnya adalah setiap perubahan berbeda dari satu sel ke sel lainnya (mosaikisme), membuat konsekuensinya bahkan menjadi lebih tak terduga.
Musunuru menerangkan, CRISPR yang diinjeksikan ketika masih embrio atau sel tunggal tinggal dalam sel itu selama beberapa jam dan bahkan beberapa hari. Sementara embrio mulai membelah dalam hitungan jam. Sehingga, dia melanjutkan, CRISPR sangat mungkin ke seluruh sel dan melakukan editing yang berbeda-beda di sana.
“Ketika saya melihat data dari embrio-embrio, jelas sekali kalau ada mosaikisme yang berujung kepada perkembangan Lulu dan Nana: mereka memiliki rekayasa gen berbeda dalam sel-sel yang berbeda," katanya sambil menambahkan bahwa mosaikisme ini, di mana sel-sel dalam jaringan yang sama bisa berlaku berbeda karena perbedaan genetika, dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti penyakit jantung.
Godaan dari Amy, Lulu dan Nana
Itu sebabnya ada pendapat kuat untuk pemantauan medis yang ketat untuk ketiga anak itu dibandingkan yang lainnya. Tapi Qiu melihat alasan lain untuk kebutuhan pemantauan sepanjang hayat tersebut: potensi untuk memperdalam pemahaman dampak dari rekayasa genom manusia yang dapat diturunkan atau diwariskan.
Walaupun rekayasa genetika yang dapat diwariskan terlarang di banyak negara, Qiu berpendapat kalau para peneliti tetap perlu mempelajarinya untuk antisipasi eksperimen-ekerimen ilegal lain nanti. Pusat riset yang diusulkannya tidak hanya akan merawat anak-anak obyek rekayasa genetika itu, tapi juga memperbaiki teknologinya sehingga lebih aman di masa depan dan penggunaan yang legal.
"Merawat secara pantas orang-orang yang genomnya berubah adalah sebuah keharusan secara etika dan sebuah prasyarat untuk secara halus mengembangkan rekayasa genetika yang bisa diwariskan," katanya.
Dia menunjuk kondisi seperti thalassaemia, sebuah kelainan darah yang menurun karena genetika, penyebab anemia dan terjadi pada 47 juta orang di Cina. Thalassemia membutuhkan transfusi darah secara teratur dan tidak bisa diobati--sesuatu yang bisa diubah dengan rekayasa genetika.
Francoise Baylis, ahli bioetika di Dalhousie University, Kanada, yang juga penulis Altered Inheritance: CRISPR and the ethics of human genome editing, mengatakan tujuan kembar dari institut yang diinginkan Qiu mencurigakan. "Ada sebuah perbedaan etika yang kritikal dalam pemantauan untuk mempromosikan kepentingan terbaik pasien dan pemantauan untuk produksi pengetahuan," katanya.
Menurut Baylis, setiap upaya yang berfokus kepada kepentingan terbaik dari anak-anak itu akan mengharuskan melindungi privasi dan pribadi mereka, bukan memprioritaskan ilmu pengetahuan. “Tindak lanjut jangka panjang diperlukan, tapi ini harus dikerjakan dokter-peneliti dalam sebuah fasilitas layanan kesehatan," katanya.
Dia menegaskan, penting untuk memastikan anak-anak dengan rekayasa genetika memiliki pengalaman hidup senormal mungkin. "Sudah pasti bakal menjadi subyek untuk lebih banyak pengobatan daripada kebanyakan anak-anak lainnya; mereka tidak boleh menanggung stigma tambahan."
Pada akhirnya keputusan akhir ada pada pemerintah Cina untuk bagaimana perlakuan yang akan diberikan kepada Amy serta Lulu dan Nana.
NEW SCIENTIST