TEMPO.CO, Jakarta - Hubungan Twitter dan Elon Musk penuh dengan gelombang. Setelah pada hari Jumat, 8 Juli 2022 lalu, Elon Musk mengumumkan bahwa dia menarik diri dari kesepakatan Twitter, bukan berarti segalanya berakhir begitu saja.
Twitter dikabarkan telah menyewa firma hukum Wachtell, Lipton, Rosen & Katz LLP yang bermaksud untuk menuntut Musk dan memaksanya untuk menutup akuisisi senilai US$ 44 miliar.
Masalahnya adalah Musk menandatangani perjanjian yang mengikat secara hukum pada bulan April, yang berarti ia berkewajiban untuk mengakuisisi perusahaan dengan harga $54,20 per saham. Dengan perjanjian ini ia juga melepaskan haknya untuk uji tuntas.
Namun, Musk segera bersikap dingin dan mengumumkan pada bulan Mei bahwa kesepakatan itu ditunda. Ini agar dia dapat menyelidiki klaim Twitter bahwa tidak lebih dari 5 persen dari "pengguna aktif harian yang dapat dimonetisasi" adalah bot.
Musk yakin jumlah sebenarnya jumlahnya jauh lebih tinggi dan bahwa Twitter mencegah dia dan timnya untuk menyelidiki, sehingga melanggar beberapa ketentuan kontrak.
Kabar dari orang dalam, Twitter diperkirakan akan mengajukan gugatan yang sebenarnya minggu ini. Menariknya, Wachtell sebelumnya bekerja untuk Musk sebagai penasihat hukum pada tahun 2018 ketika ia mencoba menjadikan Tesla sebagai perusahaan privat.
Musk telah memanfaatkan Quinn Emanuel Urquhart & Sullivan LLP, yang sebelumnya membelanya dari gugatan pencemaran nama baik yang dihasilkan terhadapnya pada tahun 2019 dan mereka menang.