TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian wilayah barat Jawa dan selatan Sumatra mengalami guyuran hujan persisten atau menerus pada Jumat-Sabtu, 15-16 Juli 2022. Hujan yang awet itu juga menyebabkan banjir di berbagai daerah. Kejadian seperti ini berpotensi terulang sepanjang Juli hingga Agustus.
Menurut peneliti klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, BRIN, Erma Yulihastin, hujan yang awet itu di dipicu oleh fenomena badai squall line. Badai yang membentuk kelurusan sepanjang 250 kilometer lebih itu dibangkitkan oleh pembentukan pusaran vorteks atau pusaran angin yang meluas di Samudra Hindia wilayah selatan ekuator yang dekat ke Sumatra.
“Uniknya, pola badai squall line utama tersebut juga ditemukan pada pola-pola hujan berskala lokal seperti di wilayah Jabodetabek dan Bandung,” kata Erma lewat keterangan tertulis, sabtu, 16 Juli 2022.
Kesamaan pola itu ditunjukkan oleh data pantauan dari satelit GsMAP, radar BMKG, dan radar SANTANU-BRIN. Pola hujan bergaris-garis ini, menurut Erma, menunjukkan pembentukan badai squall line utama telah berperan memberikan efek jarak jauh sehingga ikut mempengaruhi kondisi atmosfer lokal.
“Akibatnya hujan persisten terjadi sepanjang hari dan sepanjang malam selama lebih dari 12 jam yang telah memicu kejadian banjir di berbagai wilayah,” ujarnya. Beberapa daerah yang mengalami banjir, seperti wilayah Tangerang Selatan, Bogor, DKI Jakarta, Depok, kemudian Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya.
Badai squall line, menurut Erma, memiliki potensi berulang dan marak terjadi selama periode Juli-Agustus 2022. Kemungkinan itu berdasarkan data dari Kajian Awal Musim Wilayah Indonesia Jangka Madya BRIN.
Selain itu ada beberapa faktor yang mendukung, seperti pemanasan suhu permukaan laut di Samudra Hindia dekat sektor Jawa-Sumatra serta intensitas IOD negatif yang menguat. Indian Ocean Dipole atau IOD negatif menandakan penurunan suhu permukaan laut di Samudra Hindia bagian barat.
“Semua pihak diharapkan meningkatkan kewaspadaan selama puncak musim kemarau basah pada Juli-Agustus 2022,” kata Erma.
Puncak musim kemarau basah yang di antaranya menimbulkan banjir itu, menurutnya, telah diketahui sejak awal 2022 dan rutin dibahas dalam diskusi-diskusi ilmiah terbatas di Tim Variabilitas Iklim dan Awal Musim BRIN.
Adapun dampak badai squall line terparah yang pernah terjadi, yaitu pada 20 Mei 2020, dengan mekanisme yang sama, yaitu dibangkitkan oleh vorteks di Samudra Hindia. Pada saat itu badai squall line kuat menjalar dari Samudra Hindia menuju Selat Sunda dan berlanjut menuju Laut Jawa.
Fenomena itu memicu kejadian banjir rob secara serentak dan berurutan sesuai lokasi tempat di sepanjang pesisir utara dan selatan Jawa hingga Bali. Efek serupa berlanjut ke Nusa Tenggara Barat pada periode 25 Mei–2 Juni 2020.