TEMPO.CO, Jakarta -Daftar pustaka merupakan salah satu hal yang penting di dalam sebuah penulisan karya tulis ilmiah. Tiap orang yang berkecimpung di dunia akademis, tentunya tidak asing dengan sebuah jurnal atau karya tulis ilmiah.
Menurut KBBI, karya tulis ilmiah dapat diartikan satu per satu berdasarkan tiga suku kata, yaitu Karya, Tulis dan Ilmiah.
Aspek Rasionalitas
Kata karya dapat diartikan sebagai sebuah hasil dari usaha, upaya, perbuaatan. Tulis adalah sebuah kegiatan yang terkait dengan huruf, angka, pena atau media tulis yang lain. Lalu, ilmiah memiliki arti bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, atau memenuhi kaidah ilmu pengetahuan.
Maka, jika ketiga suku kata tersebut diartikan secara menyeluruh karya tulis ilmiah adalah sebuah karya yang dihasilkan dari kegiatan menulis, dengan menggunakan penerapan kaidah yang ilmiah dan mengutamakan aspek rasionalias serta faktual.
Dalam menulis sebuah karya tulis ilmiah, setiap penulis tentunya harus menulis karya ilmiah tersebut berdasarkan ketentuan atau gaya selingkung. Secara umum setiap gaya selingkung yang berlaku, memiliki beragam cara penulisan daftar pustaka sebagai susunan sumber yang digunakan oleh penulis.
Di dalam menulis sebuah daftar pustaka, penulis dapat menggunakan berbagai ketentuan, seperti APA Style, MLA Style, dan AMA Style. Tetapi, Kementrian Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi sebagai lembaga negara juga telah menetapkan sebuah standar dalam proses pemilihan dan penulisan sumber dari karya ilmiah.
Aturan ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 22 Tahun 2022 tentang Standar Mutu Buku, Standar Proses dan Kaidah Pemerolehan Naska, serta Standar Proses dan Kaidah Penerbitan Buku.
Di dalam Peraturan Kemendikbudristek tersebut, dijelaskan pada Pasal 6 Ayat (2) mengenai proses pemerolehan sumber terdiri atas naskah cetak dan naskah buku elektronik. Artinya, secara umum diatur bahwa seorang penulis karya ilmiah dapat memperoleh sumber daftar pustaka melalui bentuk fisik maupun elektronik.
Selanjutnya, pada Pasal 35 Ayat (2) diatur mengenai kaidah penulisan dari sumber yang akan dikutip, sumber pustaka yang akan dikutip harus memenuhi kejelasan, keringkasan, dan keterpautan dengan karya ilmiah. Arti dari kejelasan adalah kemudahan materi untuk dipahami dari segi ketelitian data dan fakta. Lalu, keringkasan adalah keefektifan penyampaian materi dari segi kebahasan.
Terakhir, keterpautan yang dimaksud adalah kesinambungan antar bagian dan keterhubungan legalitas kutipan dan sumber. Di dalam pasal ini juga dikecualikan bahwa penulisan kaidah sumber penulisan dikecualikan pada buku anak dan buku fiksi.
Pada Permendikbudristek ini juga mengatur bahwa aturan pengutipan sumber ilmiah dapat menggunakan catatan badan, catatan kaki, catatan akhir, dan keterangan di dalam daftar pustaka.
Selanjutnya, sumber yang dikutip juga harus dapat dilihat, dibaca, disimak oleh penulis yang dirujuk sumbernya. Pada peraturan ini juga dijelaskan lebih rinci mengenai apa saja yang dapat dirujuk sebagai sumber, diantaranya adalah buku, media berkala, media daring, siaran radio, siaran televisi, dan karya tulis yang belum dipublikasikan.
Permendikbudristek Nomor 22 Tahun 2022 juga mengatur bahwa aturan penyusunan daftar pustaka juga dapat disusun secara alfabetis berdasarkan konvensi internasional atau gaya selingkung yang digunakan. beberapa gaya selingkung yang dapat digunakan adalah gaya selingkung Poetika, Dialektika, Okara, dan Lentera. Secara umum dapat diartikan bahwa Kemdikbudristek tidaklah mengatur secara spesifik penulisan daftar pustaka sebuah karya ilmiah.
Dapat disimpulkan bahwa Kemendikbud di dalam Permendikbudristek Nomor 22 Tahun 2022 hanya mengatur tentang penulisan daftar pustaka secara umum, yang selanjutnya dapat disesuaikan dengan gaya selingkung yang digunakan.
MUHAMMAD SYAIFULLOH
Baca juga : Anggota DPR Desak Kemendikbudristem Segera Akomodasi 193 Ribu Guru Honorer