Selama ini, para ilmuwan hanya memperhatikan dampak penyakit tersebut pada katak. Namun, sebuah laporan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences menunjukkan bahwa salamander juga terlibat dalam krisis amfibi global. Salamander adalah amfibi berekor dan berkaki sehingga sering disebut kadal air.
David B. Wake dan Sean M. Rovito, dua ilmuwan dari The University of California, Berkeley, mensurvei populasi salamander di Guatemala dan Meksiko dan membandingkan hasilnya dengan survei sebelumnya. Situs yang mereka teliti itu termasuk sebuah wilayah di Guatemala barat yang disurvei oleh Dr Wake pada 1970-an.
"Kami mendokumentasikan penurunan banyak spesies salamander yang amat tajam di beberapa lokasi di Amerika Tengah dan Meksiko dan penekanan pada kawasan San Marcos di Guatemala, salah satu komunitas salamander paling beraneka ragam di daerah Neotropis," kata Wake. "Terbukti adanya penurunan sejumlah spesies yang sebelumnya berlimpah, termasuk dua yang menuju kepunahan."
Kali ini, para ilmuwan hanya menemukan sedikit sekali spesimen dari spesies tertentu, seperti Pseudoeurycea brunnata dan P. goebeli. Padahal, tiga dekade lalu, kedua jenis salamander itu paling banyak ditemukan. "Umumnya, spesies pada elevasi paling tinggi yang memperlihatkan penurunan populasi terbesar," kata Wake.
Meski demikian, para peneliti itu tidak menemukan bukti langsung keterlibatan chytridiomycosis dalam penyusutan populasi salamander. Mereka menyatakan bahwa penyakit itu kemungkinan turut memainkan peran. Deforestasi dan perubahan iklim mungkin juga menjadi faktor, kata mereka, kareba mengurangi kelembapan pada elevasi pegunungan yang lebih tinggi.
TJANDRA | NYTIMES