TEMPO Interaktif, Los Angeles: Sebuah satelit milik lembaga antariksa Amerika Serikat, NASA, yang akan memantau pemanasan global, jatuh saat diluncurkan pada Selasa (24/2).
Para pejabat NASA mengkambinghitamkan peralatan yang gagal berfungsi sebagai penyebab jatuhnya satelit seharga US$ 280 juta (Rp 3,3 triliun).
Satelit Pemantau Karbon di Orbit itu diluncurkan dengan roket Taurus XL dari Pangkalan Udara Vandenberg, California. Saat awal peluncuran, roket Taurus masih mulus.
Tiga menit setelah tinggal landas, mestinya pelindung roket tingkat atas--yang berisi satelit di dalamnya--akan melepaskan diri. Tapi pelindung itu tetap menempel sehingga roket tidak sanggup membawa ke antariksa dan satelitnya jatuh ke lautan dekat Antartika.
Satelit seberat 447 kilogram mestinya akan mengorbit pada ketinggian sekitar 640 kilometer. Satelit itu dibuat dan dirancang selama sembilan tahun dengan masa tugas, mestinya dua tahun.
NASA meluncurkan satelit pemantau pemanasan global hanya berselang sebulan setelah Jepang menempatkan satelit serupa di antariksa. Karena ini gagal diluncurkan, masa lembaga antariksa itu gagal memiliki satelit yang hanya bertugas memantau pemanasan global.
Perusahaan pemilik roket Taurus XL, Orbital Sciences, menyatakan bahwa rekor penerbangan mereka "hampir sempurna". Orbital Sciences terakhir gagal meluncurkan roket pada 2001 saat membawa satelit NASA dan muatan abu jenazah.
AP/NURKHOIRI