TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menengarai potensi cuaca ekstrem di beberapa wilayah pada bulan Agustus.
Selain kemunculan bibit siklon tropis 96W, berdasarkan data Satellite-Based Disaster Early Warning System (SADEWA)-BRIN, kini mulai terbentuk pusaran badai vorteks skala meso. "Dengan radius antara 200-500 kilometer atau disebut dengan mesovorteks," ujarnya lewat keterangan tertulis, Rabu, 3 Agustus 2022.
Sebelumnya, sebagian besar Indonesia bagian selatan, khususnya Pulau Jawa, mengalami cuaca panas dan kering selama sepekan terakhir. Kondisi itu, menurut Erma, berkaitan erat dengan pembentukan dua badai siklon tropis di belahan bagian utara dekat Filipina dan benua Asia.
Badai bernama 94W dan Dongsay itu telah menarik awan-awan konvektif di Indonesia bagian barat, khususnya Samudra Hindia, jauh ke utara menuju ke area di sekitar badai tersebut berada. "Namun untuk kondisi saat ini, kedua siklon tropis tersebut telah meluruh," katanya.
Adapun kemunculan bibit badai tropis baru bernama 96W, berlokasi sama seperti badai tropis sebelumnya, yaitu di Samudra Pasifik dekat pesisir timur Vietnam. Secara bersamaan di Samudra Hindia dekat pesisir barat Sumatra wilayah Bengkulu dan Sumatra Selatan mulai terbentuk mesovorteks.
Dampak pembentukan mesovorteks ini adalah mengintensifkan angin sehingga dapat menimbulkan angin kencang khususnya untuk wilayah di pesisir barat Sumatra. Selain angin kencang, dinamika pertumbuhan badai vorteks akan meningkatkan aktivitas konvektif dan curah hujan di berbagai wilayah, khususnya di barat Indonesia, yang meliputi Sumatra, Kalimantan, dan Jawa.
Selain itu terdapat indikasi lain yang patut diwaspadai karena dapat menimbulkan cuaca ekstrem seperti hujan deras dan angin kencang pada skala lokal dengan radius sekitar 50-80 kilometer. Pola cuaca ekstrem yang terjadi selama kemarau juga ditandai dengan pembentukan dan penjalaran sistem konvektif hujan yang bergerak dari timur ke barat dalam durasi 1-2 jam. "Sehingga memungkinkan sapuan hujan tersebut meliputi area terbatas namun tetap utuh bergerak dalam suatu sistem," ujar Erma.
Pola cuaca ekstrem itu juga didukung oleh dinamika proses di atmosfer yang selama berhari-hari panas dan cerah. Kondisi itu mengakumulasikan energi yang berlebih pada skala lokal untuk kemudian runtuh dengan sendirinya jika telah melewati ambang batas. "Karena sifat intrinsik atmosfer yang dapat meregulasi dirinya sendiri atau disebut dengan SOC, Self Organized Criticality," kata Erma.
Menurutnya, wilayah yang berpotensi mengalami peningkatan cuaca ekstrem meliputi sebagian besar Sumatra, Bangka Belitung, sebagian Kalimantan, dan Jawa bagian barat. Potensi itu telah dimulai dengan pembentukan hujan persisten mulai Selasa, 2 Agustus 2022, di sebagian besar Sumatra yang terus berlanjut hingga Kamis, 4 Agustus 2022. Masyarakat diminta untuk terus memantau prakiraan hujan dan peringatan dini cuaca dari BMKG.
Baca:
Hujan Ekstrem di Balik Banjir Luapan Kali Angke, Ini Data dari BMKG