TEMPO Interaktif, Jakarta: Blog berbahasa Indonesia pasti sering kita jumpai. Lirik saja di Internet, sebagian besar blog milik orang Indonesia tentu ditulis dalam bahasa Indonesia. Sebagian malah dengan bahasa "campuran" Inggris, meski sang blogger tinggal nun jauh di daerah, dan bukan di kota besar seperti Jakarta. Tapi pernahkah Anda mengunjungi blog berbahasa daerah? Sebagian besar dari Anda mungkin akan menggelengkan kepala.
Ya, blog berbahasa daerah bisa dibilang jarang dijumpai, apalagi untuk dikunjungi. Nah, belum lama ini, tepatnya awal Februari, ranah blog Indonesia diwarnai kehadiran empat buah blog baru berbahasa daerah. Keempat blog anyar itu--kebetulan semua berada dalam wadah yang sama, Dagdigdug--merupakan blog berbahasa Jawa, yakni Caturan Ora Gawe, Tembre!, Mak Jegagik, dan Etan Kali.
Purwaka, pemilik blog Caturan Ora Gawe (http://caturanoragawe.dagdigdug.com) mengaku membuat blog berbahasa Jawa karena diawali rasa prihatin dengan anak-anak muda lingkungan tempat tinggalnya di Kota Solo, Jawa Tengah. Mereka, kata pria 40 tahun ini, tak bisa menulis bahasa Jawa dengan benar meski mereka menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.
Jurnalis senior itu memberi contoh saat mereka berkomunikasi lewat pesan singkat atau SMS. "Kalau mereka menulis bahasa Jawa lewat SMS, jadinya nggak keruan, misalnya kata wis (sudah) ditulis dengan wes," ujar Blontank Poer, panggilan akrabnya di ranah blog.
Selain itu, menulis blog dengan bahasa daerah terasa lebih akrab, sama halnya dengan berbicara. Ia mencontohkan saat bertugas di Jakarta dan hendak mewawancarai narasumber penting. Jika si sumber orang Jawa, ia lebih memilih menggunakan bahasa Jawa untuk melakukan pendekatan. Wawancara justru berlangsung rileks, hangat, dan tidak kaku. "Karena, bagi orang-orang di Jakarta, ada kerinduan dengan bahasa daerahnya."
Purwaka punya cita-cita sederhana. Selain memberi edukasi, ia ingin rekannya sesama blogger terdorong untuk membuat blog-blog berbahasa daerah, entah Jawa, Minang, atau Batak. Dan, dalam hitungan hari, cita-citanya itu langsung terlaksana.
Setelah Purwaka meluncurkan Caturan Ora Gawe, blogger senior Antyo Rentjoko juga meluncurkan blog serupa, Tembre! (http://tembre.dagdigdug.com). "Saya jadi tergerak untuk membuat juga," kata Paman Tyo--panggilan akrabnya. Antyo, yang Kamis lalu genap berusia 48 tahun, sebelumnya aktif menulis di blog berbahasa daerah yang dikelola sejumlah blogger, Padhang Mbulan (http://padhang-mbulan.blogspot.com).
Namun, tidak seperti Purwaka, yang ingin memberi pelajaran bagi kaum muda Solo, Antyo menulis semata untuk pelajaran bagi diri sendiri. "Untuk mengasah diri," ujarnya. Ia sadar kemampuan berbahasa Jawanya tak terlalu baik. Karena itu, ia memberi tagline "Wagu Tur Migunani" (kira-kira artinya "Aneh, tapi Berguna") di blognya. "Karena bahasa saya seperti terjemahan dari bahasa Indonesia ke Jawa saja, kalau orang yang paham, pasti kedengaran wagu (aneh)," katanya. "Karena memang cuma iseng."
Juga berawal dari iseng, Zamroni, 24 tahun, membuat blog Mak Jegagik (http://makjegagik.dagdigdug.com). Ia terdorong oleh Antyo, seniornya yang lebih dulu membuat Tembre. "Ikut-ikutan saja, makanya saya kasih nama Mak Jegagik (tiba-tiba)," ujarnya. Zamroni, wong Solo yang bekerja di Jakarta, menulis blognya dengan bahasa pergaulan sehari-hari. Terkadang dengan bahasa Jawa halus atau kromo inggil, kadang dengan bahasa Jawa kasar alias ngoko. "Tapi lebih banyak ngoko-nya," katanya sambil terkekeh.
Pasalnya, apa yang ia tulis adalah seputar hal yang remeh-temeh, tentang keseharian. Selain itu, "Menulis bahasa Jawa tak semudah kalau berbicara." Karena cuma iseng--tapi keterusan--Zamroni tak peduli blognya dikunjungi pembaca atau tidak. "Dibaca syukur, kalau nggak, ya, sudah." Namun, ia punya cita-cita sama, "Ingin memotivasi orang lain membuat blog berbahasa daerah," ujarnya. Nah, sinten badhe tumut...? Eh, maksudnya, siapa mau ikut membuat blog berbahasa daerah?
DIMAS