TEMPO.CO, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Hasanuddin (Unhas) mengeluarkan pernyataan sikap mengenai kasus mahasiswa yang mengaku sebagai gender netral atau nonbiner saat kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) di Fakultas Hukum Unhas pada Kamis, 18 Agustus 2022 lalu.
Ketua Umum BEM Unhas, Imam Mobilingo mengatakan pihak kampus harus memberikan jaminan rasa aman terhadap seluruh mahasiswa dan sivitas akademika. "Universitas Hasanuddin sebagai institusi pendidikan tinggi harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional," ujar Imam dalam rilisnya.
Dia menyebut seluruh sivitas akademika hendaknya menahan diri dalam bertindak dan berpendapat, memegang kode etik dan menjaga nama baik almamater. Berikut poin lengkap pernyataan sikap BEM Unhas.
1. Universitas Hasanuddin sebagai institusi Pendidikan Tinggi harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2. Mendesak pihak kampus harus dengan tegas untuk melarang segala bentuk ekspresi yang dasarnya bersifat privasi karena inklusivisme harus menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan identitas bangsa yang bertaqwa kepada Tuhan YME.
3. Seluruh Civitas akademika hendaknya menahan diri dalam bertindak dan berpendapat, memegang kode etik dan menjaga nama baik almamater
4. Mendorong kampus untuk melakukan pendampingan dan konseling terhadap pihak yang terkait sebagai tindak lanjut dan upaya pencegahan terhadap permasalahan ini
5. Memberikan jaminan dan rasa aman terhadap seluruh mahasiswa dan civitas akademika
Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan Sulawesi Selatan mendorong pihak kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) menjatuhkan sanksi terhadap dosen pelaku perundungan mahasiswa fakultas hukum.
Alita Karen, pendamping korban, mengatakan manajemen kampus harus memberikan sanksi terhadap pelaku. Jika tidak ada saksi, Alita khawatir kasus tersebut akan terulang kepada mahasiswa lain. “Alangkah bijaknya kalau manajemen kampus menjatuhkan sanksi ke dosen bersangkutan, sehingga tak ada korban lain,” ucap Alita kepada Tempo, Ahad 21 Agustus 2022.
Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Jamaluddin Jompa mengatakan Unhas merupakan lembaga pendidikan tinggi yang inklusif. Ia mengatakan Unhas terbuka bagi semua orang.
Kasus perundungan oleh mahasiswa Unhas bermula ketika rombongan mahasiswa baru sedang mengikuti kegiatan ospek. Saat itu korban memegang kipas elektrik kecil menuju ruangan bersamaan dengan Hasrul, salah satu dosen yang merundung.
Cara berjalan korban dianggap gemulai, sehingga dia ditegur. Korban juga dipanggil agar naik ke atas panggung dan ditanya mengenai jenis kelamin. Mahasiswa tersebut menjawab dirinya bukan laki-laki atau perempuan melainkan gender netral.
Rekaman video itu beredar di media sosial. Seorang dosen perempuan dalam video itu mengatakan bahwa undang-undang harus ada pilihan status antara laki-laki dan perempuan. “Harus ada pilihan, KTP-mu apa ditulis?” ucap dosen perempuan itu.
Hasrul yang merupakan wakil dekan itu kembali bertanya pada mahasiswa tersebut mengenai jenis kelamin perempuan atau laki-laki. Korban pun menjawab tidak keduanya dan menyebut dia gender netral. Hasrul menimpali bahwa tak ada status netral. Dia langsung mengambil mikrofon yang sedang dipegang korban dan menyuruh panitia untuk membawa mahasiswa tersebut keluar ruangan.
Baca juga:
Nasib Mahasiswa Unila yang Diduga Masuk Lewat Jalur Suap
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.