Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pentagon Takut Senjata Luar Angkasa Rusia dan Cina, Ini Sebabnya

Infografis dari Pusat Intelijen Udara dan Antariksa Nasional Amerika Serikat yang mengungkap banyak cara satelit bisa saling serang. Foto/NASiC/space.com
Infografis dari Pusat Intelijen Udara dan Antariksa Nasional Amerika Serikat yang mengungkap banyak cara satelit bisa saling serang. Foto/NASiC/space.com
Iklan

TEMPO.CO, JakartaPentagon akan menggelar pertemuan tingkat tinggi pekan ini untuk membahas ancaman yang semakin berkembang dari jenis baru senjata luar angkasa Rusia dan Cina. Pertemuan itu, yang dijadwalkan dilangsungkan 6-7 September, berkaitan dengan "bagaimana potensi pengembangan fractional orbital bombardment system (FOBS) juga senjata antariksa-ke-Bumi dari Cina dan Rusia dapat memberi dampak kepada stabilitas strategis dan kekuatan Amerika Serikat." 

Jajaran pimpinan Departemen Pertahanan Amerika akan menghadiri agenda tersebut, termasuk Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan wakilnya, Kathleen Hicks. Dewan Kebijakan Pertahanan juga termasuk dalam daftar peserta pertemuan yang sama. 

Pertemuan dilakukan seiring Rusia maupun Cina yang terus mengembangkan dan menguji teknologi berbasis antariksa hingga mungkin mampu melampaui kemampuan AS untuk mengidentifikasi, melacak atau bertahan terhadapnya.    

Pada Oktober tahun lalu, misalnya, Cina menguji apa yang beberapa analis simpulkan sebagai FOBS, sebuah platform yang bisa menempatkan senjata, termasuk hypersonic glide vehicles, di orbit rendah Bumi hingga mereka berada tepat di atas targetnya dan meluncur turun dengan kecepatan hipersonik. Platform seperti itu bisa menghindari atau menjadi penantang serius sistem peringatan dini yang ada saat ini. 

Cina juga telah menguji sejumlah konsep antisatelit, termasuk wahana antariksa yang memiliki kemampuan untuk merengkuh satelit lain dan menariknya ke luar dari orbit. Juga, rudal antisatelit yang diluncurkan dari Bumi dan persenjataan energi yang diarahkan seperti laser. 

Sedangkan Rusia telah sejauh ini mengembangkan dengan cepat dan menempatkan persenjataan berbasis antariksa dan sistem antisatelit versinya sendiri. Termasuk di dalamnya adalah satelit yang bisa menembak wahana lain di luar angkasa. 

Pada November tahun lalu, sebuah uji rudal antisatelit Rusia telah menciptakan lebih dari 1.500 pecahan atau serpihan di antariksa yang memaksa Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) bermanuver khusus mencari aman. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa dari ancaman-ancaman itu dinilai semakin pervasif. Jenderal David D. Thompson , orang kedua di Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat, pernah mengatakan pada tahun lalu kalau satelit-satelit Amerika diserang setiap hari. Dan bahwa Amerika Serikat kini benar-benar berada pada titik di mana, "seluruh sistem antariksa kami dapat terancam." 

SPACE, DEFENSE NEWS

Baca juga:
Pembatasan Ekspor ke Cina oleh Amerika, Nvidia Terancam Rugi Rp 5,9 Triliun


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan




Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.




Video Pilihan


Tanggapi Usulan Damai Prabowo, Menhan Ukraina: Rencana Aneh

38 menit lalu

Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov. JULIE SEBADELHA/Pool via REUTERS
Tanggapi Usulan Damai Prabowo, Menhan Ukraina: Rencana Aneh

Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov menolak prakarsa perdamaian yang diusulkan oleh timpalannya dari Indonesia Prabowo Subianto.


Adik Kim Jong Un Kecam Rapat PBB soal Satelit, Sebut AS Seperti Gangster

13 jam lalu

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menghadiri Peringatan Pendirian ke-75 Sekolah Revolusi Mangyongdae dan Kang Pan Sok yang ditandai dengan Upacara Agung, di Pyongyang, Korea Utara, dalam foto tak bertanggal yang dirilis pada 12 Oktober 2022 oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA). Jong Un terlihat akrab dan diidolakan oleh para pelajar yang hadir. KCNA melalui REUTERS
Adik Kim Jong Un Kecam Rapat PBB soal Satelit, Sebut AS Seperti Gangster

Adik perempuan Kim Jong Un, bertekad kembali meluncurkan satelit mata-mata. Ia mengecam rapat DK PBB.


Wartawan Barat Dilarang Meliput Forum Ekonomi Davos Rusia

17 jam lalu

Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pidato selama sesi Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg (SPIEF) di Saint Petersburg, Rusia, 4 Juni 2021. [Anatoly Maltsev/Pool via REUTERS]
Wartawan Barat Dilarang Meliput Forum Ekonomi Davos Rusia

Rusia melarang wartawan Barat meliput acara forum ekonomi yang akan digelar di St. Petersburg.


Kapal Perang Terbaik di Dunia: Type 055 Cina dan Para Penantangnya

17 jam lalu

Kapal Destroyer Type 055 Cina (Naval Technology)
Kapal Perang Terbaik di Dunia: Type 055 Cina dan Para Penantangnya

Para ahli memperkirakan Cina dapat membangun tiga kapal perang dalam waktu yang dibutuhkan AS untuk membangun satu kapal perang.


Menhan Cina Sentil Soal Perang dengan AS: Jadi Bencana Tak Tertahankan

17 jam lalu

Personil militer Rusia dan China berkendara dengan bendera nasional Rusia (tengah) dan bendera  angkatan bersenjata Rusia (kiri) dan China (kanan) setelah latihan Vostok-2018 di Rusia timur, 13 September 2018. Latihan gabungan Rusia-Cina-Mongolia digambarkan sebagai yang terbesar dalam sejarah modern Rusia.KEMENTERIAN PERTAHANAN RUSIA
Menhan Cina Sentil Soal Perang dengan AS: Jadi Bencana Tak Tertahankan

Menteri Pertahanan Cina Li Shangfu meyakini konflik dengan Amerika Serikat akan menjadi bencana yang tak tertahankan.


Top 3 Tekno Berita Kemarin: Twitter dan Foto Palsu, ITB dan Soal Buta Warna

1 hari lalu

Ledakan dekat pentagon. Foto : AI generate
Top 3 Tekno Berita Kemarin: Twitter dan Foto Palsu, ITB dan Soal Buta Warna

Top 3 Tekno Berita Kemarin, Sabtu 3 Juni 2023, dipuncaki artikel berisi reaksi Twitter setelah foto palsu ledakan di Pentagon viral di platformnya.


Xiaomi 13 Ultra Hadir di Pasar di Luar Cina Minggu Depan

1 hari lalu

Xiaomi 13 Ultra. gsmarena.com
Xiaomi 13 Ultra Hadir di Pasar di Luar Cina Minggu Depan

Dari peluncuran di Cina pada 18 April lalu, Xiaomi 13 Ultra diketahui membawa sejumlah inovasi pencitraan.


Zelensky: NATO Tidak Akan Terima Ukraina Sebelum Invasi Rusia Berakhir

1 hari lalu

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bersiap berfoto bersama beberapa pemimpin dunia dalam KTT G7 bersama para pemimpin dunia di Hiroshima, Jepang barat 21 Mei 2023. Susan Walsh/Pool via REUTERS
Zelensky: NATO Tidak Akan Terima Ukraina Sebelum Invasi Rusia Berakhir

Presiden Volodymyr Zelensky mengakui bahwa Ukraina tidak akan dapat bergabung dengan NATO sebelum invasi Rusia berakhir.


Direktur CIA Lakukan Kunjungan Rahasia ke China, Upaya Redakan Ketegangan?

1 hari lalu

Direktur CIA William Burns berbicara selama sidang Komite Intelijen DPR AS tentang ancaman di seluruh dunia, di Washington, D.C., AS, 15 April 2021. [Tasos Katopodis/Pool via REUTERS]
Direktur CIA Lakukan Kunjungan Rahasia ke China, Upaya Redakan Ketegangan?

Dalam upaya untuk meningkatkan komunikasi antara Beijing dan Washington, direktur CIA, William Burns, mengunjungi China bulan lalu


Indonesia Ajak BRICS Perjuangkan Keadilan Ekonomi Negara Berkembang

1 hari lalu

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan pernyataan secara virtual pada pertemuan para Menteri Luar Negeri BRICS dengan negara-negara mitra di Cape Town, Afrika Selatan, Jumat 2 Juni 2203. ANTARA/HO-Kemlu RI.
Indonesia Ajak BRICS Perjuangkan Keadilan Ekonomi Negara Berkembang

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berharap BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) memperjuangkan hak-hak negara berkembang