TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah baterai yang bisa dicharge terbuat dari cangkang kepiting dan seng (zinc) mampu menyimpan energi angin dan matahari. Baterai ini juga bisa didaur ulang ataupun terurai secara alami jika tak lagi bisa digunakan.
Kuncinya adalah chitosan, sebuah senyawa turunan dari chitin, yang ditemukan pada cangkang kepiting dan udang. "Baterai yang dibuat darinya bisa menyediakan simpanan energi yang impresif dan bisa dicharge ulang hingga sedikitnya 1.000 kali," kata Liangbing Hu, profesor bidang ilmu dan rekayasa material dari University of Maryland, Amerika Serikat.
Baterai dari ion lithium menjadi standar saat ini, tapi produksinya membutuhkan penambangan lithium, yang dapat merusak lingkungan. Selain ada keterbatasan suplai logam tersebut. "Jadi baterai yang berbasis pada ion seng adalah sebuah alternatif yang menarik karena zinc melimpah di alam," kata Hu.
Namun demikian, umur pakai baterai ion seng atau zinc tak panjang karena biasanya tidak dapat diisi ulang atau dicharge hingga berulang-ulang kali. Sebabnya, air dalam baterai--yang diperlukan sebagai konduktor untuk ion-ion itu--menyebabkan korosi pada seng dan menghasilkan endapan pada anoda yang pada gilirannya mempengaruhi fungsi baterai.
Hu kemudian memutuskan meneliti chitosan karena molekul-molekulnya bisa mengikat air dengan baik. Artinya, menjadikan lebih sedikit molekul air yang bereaksi dengan seng, yang mungkin membantu mencegah korosi unsur itu.
Bisa terurai alami dan tersedia luas di alam, Hu menilai, chitosan aman dan murah. Satu membran sel baterai seukuran koin, selebar 2 sentimeter, yang memisahkan anoda dari katoda, disebutnya akan membutuhkan 20 mikrogram bubuk chitosan yang dijual di pasaran. Harganya sekitar 0,00017 sen.
Seperti dalam laporannya yang dipublikasikan 1 September 2022, Hu dan para koleganya menciptakan sebuah membran yang transparan dan fleksibel yang mengandung chitosan dan ion seng. Membran kemudian dikompres sampai rata dan padat kemudian ditempatkan di atas anoda seng. Adapun katoda dibuat dari senyawa organik yang dikenal sebagai polybenzoquinonyl sulphide atau PBQS.
Pengujian menunjukkan kalau membran itu memungkinkan konduktivitas tinggi dan cepat dari ion-ion zinc tanpa terjadinya korosi dalam air. Sebaliknya, partikel-partikel seng beralih menjadi platelet hexagonal mikroskopis yang menumpuk dalam lapisan-lapisan yang rata sepanjang sisi anoda baterai yang diuji--terus terjadi untuk membantu mereduksi reaksi-reaksi yang tidak diinginkan dengan zinc.
Untuk performa dan umur pakai, prototipe baterai beroperasi pada sebuah kerapatan arus tinggi 50 ampere per sentimeter persegi selama 400 jam--atau 1.000 kali charging. Performa itu bisa dibandingkan dengan baterai lithium kecil.
"Tidak mudah untuk baterai berfungsi pada kerapatan arus tinggi," kata Hu sambil menambahkan, di dalam sebuah baterai tertutup, chitosan akan secara bertahap terdegradasi dalam beberapa tahun, "dan seng yang bersisa bisa didaur ulang."
NEW SCIENTIST, CELL
Baca juga:
Rusia Disebut Meretas Sistem Roket HIMARS Amerika di Ukraina, Benarkah?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.