TEMPO.CO, Jakarta - Acara Bincang Santai Astronomi yang diselenggarakan oleh Planetarium Jakarta pada Sabtu, 24 September 2022, bisa dibilang istimewa, karena kembali melakukan kegiatan di gedung sendiri.
Tahun ini Planetarium Jakarta sudah mengadakan berbagai acara, namun lokasinya menumpang di gedung lain yang masih berada di Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM). Proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki di Cikini, Jakarta Pusat, telah dimulai sejak pertengahan tahun 2019.
Sehari sebelumnya, Jumat, 23 September 2022, Gubernur Anies Baswedan sudah datang ke kompleks TIM dan menonton pagelaran perdana di Graha Bakti Budaya. Selain itu, juga telah beredar selebaran ke warga yang tertulis “Pembukaan Publik: Taman Ismail Marzuki, Jumat, 23.09.2022. Galeri seni, gedung teater, perpustakaan, planetarium, masjid, Taman, Wisma Seni.”
Teater Bintang Masih Tutup
Rangga, peserta bincang santai mengaku sedih melihat pintu Teater Bintang tertutup dan digembok. “Ya, sedih sih. Padahal sudah penasaran banget. Ya, sudah nunggu saja,” kata murid kelas 4 SD di Penggilingan, Cakung, itu. Rangga memang sudah beberapa kali mengikuti acara yang diselenggarakan oleh Planetarium karena menyukai astronomi.
Baca Juga:
Sebelum pandemi, ia bersama ibunya di tahun 2018 pernah menonton di Teater Bintang. Ibunya, Amah, juga kecewa. “Kemarin ada Gubernur Anies katanya ke sini, kirain sudah dibuka.”
Adanya revitalisasi membuat denah gedung berubah. Amah mengaku bingung saat masuk ke dalam gedung. Ia juga mempertanyakan dinding gedung yang belum dicat.
Tempo memperhatikan, banyak warga yang tertarik ingin masuk ke Teater Bintang, akhirnya hanya terdiam atau menenangkan anaknya setelah melihat pintu yang tergembok.
Pembicara Ungkit Pesan Bung Karno tentang Antariksa
Bincang Santai Astronomi kali ini mengangkat isu mengenai keberlanjutan luar angkasa dengan judul, “Luar Angkasa di Masa Depan,” yang menghadirkan para narasumber Rezza Ferdiansyah, Peneliti Pusat Meteorologi Publik BMKG, Thomas Djamaluddin, Peneliti Riset Astronomi-Astrofisika BRIN dan Dhani Herdiwijaya, Dosen Prodi Astronomi FMIPA ITB.
Thomas yang membahas “Dampak dan Penanggulangan Sampah Antariksa” sebelumnya mengutip kalimat dari Presiden pertama RI, Sukarno. “Bangsa Indonesia kalau ingin menjadi bangsa yang besar harus menguasai dua teknologi utama, yaitu teknologi antariksa dan teknologi nuklir,” ujarnya.
Dengan visi tersebut, kemudian Bung Karno mendirikan BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional). Tahun 1963, bersamaan dengan Kepres pendirian Planetarium, didirikan juga LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), kebetulan Thomas sempat menjadi kepala LAPAN sebelum bergabung di BRIN.
Menurutnya, pendirian Planetarium tidak lepas dari dari sisi tersebut. “Untuk membangun lembaga yang nanti meluncurkan satelit ke antariksa, perlu juga media untuk edukasinya, yaitu Planetarium,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa Planetarium Jakarta merupakan misi besar Bung Karno untuk memajukan Indonesia dari aspek penguasaan teknologi sampai aspek edukasi keantariksaannya. “Kita tidak boleh lepas dari sejarah itu. Kita sebagai komunitas astronomi harus menjaga keberadaan Planetarium menjadi aset nasional yang penting. Walaupun dikelola pemerintah daerah, tetapi menjadi aset nasional yang penting untuk edukasi keantariksaan,” kata Thomas.
Saat ini, seperti kata Bung Karno, keantariksaan menjadi masa depan. “Teknologi modern tidak lepas dari teknologi antariksa. Untuk komunikasi bergantung pada satelit. Untuk internet memerlukan satelit,” jelas Thomas. Pembahasan lain tentang cuaca antariksa dan penginderaan jauh.
Baca:
Kegiatan Terakhir Bulan Astronomi Planetarium Jakarta Tempati Gedung Pasca-revitalisasi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.