TEMPO.CO, Jakarta - Menyusul jatuhnya ratusan korban meninggal dunia, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyebutkan bahwa penggunaan gas air mata oleh kepolisian pada tragedi Kanjuruhan telah menyalahi aturan FIFA.
"Penggunaan gas air mata di stadion sepak bola sesuai aturan FIFA dilarang. Hal itu tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 huruf b disebutkan bahwa sama sekali tidak diperbolehkan mempergunakan senjata api atau gas pengendali massa," kata Sugeng dalam keterangan tertulisnya, Ahada, 2 Oktober 2022.
Sugeng pun mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencabut ijin penyelenggaraan sementara seluruh kompetisi BRI Liga 1. Dia menilai hal itu perlu dilakukan untuk mengevaluasi prosedur soal pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas).
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkap lima fakta terkait gas air mata.
Pertama, beberapa bahan kimia yang digunakan pada gas air mata dapat saja dalam bentuk chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA) dan dibenzoxazepine (CR).
Kedua, secara umum dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata dan paru serta saluran napas.
Ketiga, gejala akutnya di paru dan saluran napas dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, bising mengi, dan sesak napas. Pada keadaan tertentu dapat terjadi gawat napas (respiratory distress). Selain itu, pada mereka yang sudah punya penyakit asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), jika terkena gas air mata maka dapat terjadi serangan sesak napas akut yang bukan tidak mungkin berujung di gagal napas (respiratory failure).
Keempat, selain di saluran napas maka gejala lain adalah rasa terbakar di mata, mulut dan hidung. Lalu dapat juga berupa pandangan kabur dan kesulitan menelan. Juga dapat terjadi semacam luka bakar kimiawi dan reaksi alergi.
Kelima, walaupun dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang segera timbul, ternyata pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronik berkepanjangan. Hal ini terutama kalau paparan berkepanjangan, dalam dosis tinggi dan apalagi kalau di ruangan tertutup.
Sementara itu, situs Health mengutip sebuah laporan tahun 2016 yang diterbitkan di Annals of the New York Academy of Sciences yang menggemakan klaim bahwa gas air mata sangat mengancam jika digunakan dari dekat. Kematian dan cedera parah telah dilaporkan sebagai akibat dari “penempatan besar-besaran amunisi gas air mata," kata laporan itu.
"Ini sering disebabkan oleh dampak langsung atau dekat dari amunisi gas air mata yang menyebabkan cedera kepala dan mata yang parah dan luka bakar."
Tentu saja, banyak cedera yang terkait dengan gas air mata bukan berasal dari agen itu sendiri, tetapi karena terburu-buru untuk menjauh dari mereka. Orang yang mencoba menghindari gas air mata yang disemprotkan ke kerumunan bisa jatuh, terinjak di kerumunan itu, atau mengalami cedera lainnya.
Baca:
Tragedi Kanjuruhan, Kenali Dampak Gas Air Mata: Kematian dan Cedera Parah
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.