TEMPO.CO, Jakarta - Umar Syahroni, penyandang tunadaksa yang mendapatkan Beasiswa Afirmasi Penyandang Disabilitas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) berhasil merampungkan S2 dalam waktu singkat di Universitas Airlangga (Unair).
Umar menceritakan bahwa dirinya lahir dalam keadaan tunadaksa pada kedua tangannya. Namun, hal itu tidak menjadi penghalang baginya, meskipun kondisi fisik tersebut membuatnya sering dihina dan di-bully.
“Terlahir dengan kondisi fisik yang berbeda menjadikan saya sering diremehkan serta kerap dihina dan dianggap tidak bisa apa-apa. Hal tersebut menjadi pecut dan menjadikan saya pantang menyerah," ucapnya
Umar mengatakan ia mulai terbiasa dengan bully dari teman atau orang asing. Hanya saja ia akan sangat sedih jika orang tuanya menangis karena tahu anaknya di-bully. Ia pun menceritakan Salah satu pengalaman pahitnya.
“Ketika itu saya bersama ibu saya berjalan tiba-tiba ada motor berhenti dan seseorang mengatakan 'Takuuut takuuut ada setan!' Sontak Mama saya menangis, itu merupakan hari terburuk dalam hidup saya," ujarnya.
Piawai dalam Public Speaking dan Tari Tradisional
Umar menempuh pendidikan S1 di Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya jurusan Komunikasi, saat itu ia mulai menyadari kepiawaiannya dalam ilmu komunikasi. “Saya menyadari bahwa Ilmu Komunikasi merupakan passion saya dan terbukti saat S1 saya jadi lulusan terbaik.”
Berbagai pencapaian luar biasa yang di raih Umar, di antaranya menjadi lulusan tercepat saat mengambil master komunikasi. “Sebagai lulusan tercepat, saya diberi kesempatan mempresentasikan tesis dalam Graduate Communication Forum bersama the University of Santo Tomas, Filipina.”
Ia juga sering dipercaya untuk membawa acara sebagai MC, moderator, bahkan sebagai pembicara acara besar, seperti saat ia dipercaya sebagai moderator pada beberapa webinar bilingual yang diadakan Departemen Komunikasi Unair.
Berbekal kompetensi dan pengalaman praktisnya, ia pun terpilih menjadi salah satu pemenang ICON PR (Public Relations) Indonesia 2020.
Lebih lancet, ia juga fokus terhadap inklusivitas penyandang disabilitas, dan ia berhasil menyisihkan 6.553 peserta dan lolos seleksi mewakili Indonesia bersama 500 peserta lainnya dari 120 negara dalam program United People Global (UPG) Sustainability Leadership 2022. Program tersebut diinisiasi oleh United People Global, sebuah NGO berbasis di Geneva, Swiss yang berfokus pada SDGs.
“Saya menjalani kelas daring pada Maret-Juni dan setelah serangkaian kegiatan, saya dinyatakan lulus sebagai Certified Sustainability Leader.” Ucapnya.
Ia menghabiskan masa kecilnya hingga usia 19 tahun di kota Jeddah, Saudi Arabia lantaran orang tuanya merupakan TKI di sana. Hal itu membuatnya fasih berbahasa arab dan juga bahasa inggris.
Selain menekuni bidang public speaking dan juga isu inklusivitas, Umar memiliki ketertarikan dalam dunia tari tradisional. Ia bercerita bahwa ia dulu bersekolah di Sekolah Indonesia Jeddah yang menggunakan kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan di bawah naungan Konsulat Jendral RI di Jeddah. Saat itu sering ada pentas seni dan budaya, Umar mulai mengikuti lomba tari kreasi saat lomba akhir semester dan memenangkan juara.
“Dari situ kami dipercaya untuk menarikan Tari Rancak asal Sumatra Barat saat perpisahan sekolah di hadapan Bapak Konjen dan para tamu undangan," ujarnya.
Sejak saat itu, ia dan sahabatnya di kelas 2 SMP membuat sanggar di sekolah. Ia melatih beberapa adik kelas. Mereka tampil di pentas sekolah maupun pentas kebudayaan di Konjen RI Jeddah. Saat berkuliah, Ia bergabung dengan UKM Tari di Untag Surabaya dan dipercaya sebagai koreografer tari tradisional. “Jiwa tari selalu mengalir dalam diri saya.” katanya.
Impian dan Harapan Umar
Berbagai tantangan berat umar lalui dalam mengejar impiannya, salah satunya adalah untuk terus berpikir positif dalam setiap langkah dan pengambilan keputusan.
“Sebagai penyintas bully di masa lalu, masih ada sisa trauma di diri saya. Oleh karena itu tantangan terbesar yang harus terus saya lalui adalah terus berpikir positif,” ucapnya
Ia bermimpi untuk menjadi Guru Besar suatu saat nanti untuk membuktikan bahwa penyandang disabilitas punya kesempatan yang sama.
“Untuk mencapai hal tersebut, saya berharap bisa melanjutkan studi ke jenjang S3 di luar negeri dan mengabdi sebagai dosen yang terus mengajarkan toleransi dan inklusivitas,” tuturnya
Ia berharap agar Indonesia dapat inklusif bagi 30 juta lebih penyandang disabilitas. Menurutnya, Penyandang disabilitas merupakan bagian integral dari keberagaman Indonesia.
Umar juga berbagi semangat kepada rekan-rekan penyandang disabilitas. “keadaan fisik dan mental kita boleh berbeda tapi hak dan kewajiban kita sama. Mari keluar dari zona nyaman dan aktualisasi diri untuk membuktikan bahwa kita setara,” tutupnya.
Umar berhasil membuktikan dengan keterbatasannya ia tetap mampu dan terus berupaya mengejar impiannya.
ZAHRANI JATI HIDAYAH
Baca:
Perjuangan Katherine, Mahasiswa Unair yang Lulus dengan Gelar Ganda
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.