Tanpa penjelasan dari ilmu kedokteran, drakula-drakula hanyalah satu di antara sejumlah penjelasan kontemporer dari penyebaran wabah pes yang menggemparkan Venesia pada 1576. Saat itu jumlah korban tewas diperkirakan mencapai 50 ribu orang.
Di tengah wabah yang meluas itu, para korban ditimbun begitu saja. Kuburan massal, seperti yang ada di Lazzaretto Nuovo, bisa dibuka untuk digunakan kembali. Saat itulah para penggali kubur yang minim pengetahuan proses perubahan jasad manusia menjadi tengkorak mendapati kondisi pembusukan mayat yang berbeda-beda.
Sebuah fenomena yang biasa terjadi di awal proses dekomposisi tubuh manusia, yakni abdominal bloating diduga menjadi sumber ketakutan para penggali kubur Venesia di abad XVI itu. Ketika manusia mati, bakteri dalam tubuhnya melepaskan gas-gas menyebabkan jasad bengkak berisi cairan.
"Dalam fase ini, pelapukan dari kandungan saluran gastrointestinal menciptakan cairan hitam yang disebut 'cairan pembersih'. Cairan ini bisa keluar dari hidung dan mulut, dan bisa keliru dianggap darah yang diisap drakula," Borrini menjelaskan.
Menurut Borrini, sisa-sisa jasad wanita yang ditemukannya diduga mengeluarkan cairan itu dari dalam mulutnya. Cairan itu melembapkan kain kafan, menyebabkan kain pembungkus itu terbenam ke dalam rongga mulutnya--seakan-akan mayat wanita itu ingin menggigit dari balik kafan.
"Ketika (para penggali kubur) mendapatinya, sebuah batu lalu disorongkan ke dalam mulut itu," kata Borrini.
Borrini mengakui masih sulitnya memastikan apakah bata dalam mulut itu benar-benar berdasarkan ketakutan masa lalu akan drakula atau sekadar penanda jasad penyebar wabah. Dari sisi forensik, ia bisa menerima laporan tentang jasad drakula sebagai deskripsi yang nyata: mayat hidup dengan jasad yang masih utuh dan kulit masih kencang.
"Tapi, kami juga menyadari kenapa legenda itu menyebar, terutama dalam masa ketika ada wabah," katanya lagi.
WURAGIL | LIVESCIENCE