TEMPO.CO, Jakarta - Lahir dan besar di daerah tak menyurutkan semangat Zainal Abidin, pria asal Nganjuk, Jawa Timur untuk menekuni bidang keilmuan Teknik Mesin. Zainal kini berkiprah di Amerika Serikat dan menjadi salah satu pengajar di University of Texas, di San Antonio, Amerika Serikat.
Pria berusia 47 tahun ini menggali ilmu di sejumlah universitas baik di dalam maupun luar negeri. Zainal merupakan sarjana teknik mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) yang lulus pada 1998. Dia lalu melanjutkan studi magisternya di perguruan tinggi yang sama, ITB dan lulus pada 2001. Tak berhenti di situ, pada 2002 ia melanjutkan program doktoral di Graz University of Technology, Austria.
Pada 2005, selepas menyelesaikan pendidikan di Austria, Zainal mendapatkan tawaran sebagai peneliti dari sebuah lembaga penelitian yang berbasis di San Antonio. Pada akhir 2009, ia terbang ke Amerika Serikat memboyong istrinya dan menetap hingga di sana sampai kini.
"Saya berasal dari kampung, pelosok Nganjuk. Saya tidak pernah mengira bisa ke Amerika. Dengan izin Allah, saya bisa ke Amerika sampai sekarang," kata Zainal dilansir dari laman resmi nu.or,id pada Kamis, 27 Oktober 2022.
Selain beraktivitas di lembaga penelitian tersebut, Katib Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Amerika Serikat-Kanada itu jugamenjadi Adjunct Professor Universitas Texas di San Antonio, Amerika Serikat. Dirinya mengampu mata kuliah Teknik Mesin. "Saya mengajar S1 di sini (Universitas Texas) program teknik mesin, saya juga melakukan bimbingan ke anak pascasarjana," ujar Zainal.
Dari Austria ke Amerika Boyong Semua Furnitur
Usai kelulusannya di Graz University of Technology, Zainal menyebut dirinya sempat bekerja untuk perusahaan yang bergerak di ranah pengembangan, simulasi, dan pengujian sistem powertrain di Austria pada 2008.
Di tahun berikutnya, ia mendapat tawaran untuk menjadi peneliti di Southwest Research Institute, sebuah lembaga penelitian yang berbasis di San Anotnio, Texas, Amerika Serikat. Mulanya, Zainal mengaku berat untuk merespons tawaran tersebut.
Ia merasa sudah cukup mapan dan stabil untuk menetap di Austria. Namun, setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya ia menerima tawaran tersebut dan bersedia untuk terbang ke Amerika Serikat di akhir 2009.
"Saya kerja di industri di Austria sejak 2008 sampai 2009. Waktu itu ada tawaran dari Amerika dari lembaga penelitian. Karena kami sudah lumayan settle di Austria, ketika ada tawaran itu kami juga agak bingung," kata Zainal.
Namun akhirnya, setelah bernegosiasi dan melalui berbagai pertimbangan, Zainal akhirnya memutuskan terbang ke Amerika Serikat. Semua peralatan dan furniturenya diboyong ke sana.
"Mereka negosiasi dan mau membiayai semuanya termasuk tiket pesawat 3-4 kali karena seluruh peralatan kami seperti furnitur dan lain-lain diangkut semua ke Amerika. Saya sepakat cari pengalaman lain. Saya dan istri di Amerika sini mulai dari akhir 2009 sampai sekarang," tambahnya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.