TEMPO.CO, Jakarta - Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat Savlite, sebuah sistem pembangkit listrik tenaga angin yang dirancang khusus untuk terintegrasi dengan lampu penerangan jalan. “Tenaga anginnya dari kendaraan yang lewat,” kata Priyo Bayu, Mahasiswa Teknik Mesin ITB angkatan 2018, pada Minggu 30 Oktober 2022.
Priyo membuat prototipe Savlite bersama dua teman sejurusan, M. Maulana Ibrahim dan Yahya Zakaria, serta M. Ali Novandhika dari Teknik Elektro. Mereka kemudian membawanya ke ajang Think Efficiency 2022 bertajuk Powering The Nation gelaran Shell Indonesia dan Energy Academy Indonesia (ECADIN).
Dalam babak final yang berlangsung di Sirkuit Mandalika, Lombok, NTB, pada 18 Oktober 2022, Savlite berhasil menjadi runner-up.
Baca juga:
Berkurang, Jumlah Dosen ITB di World's Top 2% Scientist Tahun Ini
Priyo menerangkan, Savlite menggunakan turbin angin jenis Savonius. Bentuknya seperti kubus silinder yang dibagi dua lalu dipasang berdampingan. Dipasang secara vertikal atau tegak, kata Priyo, alat itu bisa menangkap angin dari segala penjuru. “Tidak seperti baling-baling yang harus diposisikan ke arah tertentu,” ujarnya.
Bilahnya terbuat dari plastik HDPE, high-density polyethylene, agar tahan kondisi lingkungan. Rangkanya berbahan stainless steel dan porosnya dari aluminium agar tahan korosi. Setinggi 1,6 meter selebar 0,8 meter, pembangkit memiliki pada bagian dasarnya sistem transmisi, generator, dan baterai berkapasitas 50 Ah.
Penggunaan baterai menurut Priyo, karena kekuatan angin yang dijaring tidak konstan sehingga energinya perlu dikumpulkan. Kemudian penggunaan lampu jalan hanya pada malam, tidak sepanjang hari. Total bobot Savlite kurang dari 30 kilogram. “Jadi dipasang masing-masing pada tiang lampu di bagian bawah,” ujarnya lagi.
Ide Savlite diaku tercetus dari pengalaman Priyo di jalan. Ketika mengendarai sepeda motor, dia merasakan terpaan angin kencang dari mobil yang melaju berlawanan. Kalau yang melintas adalah bus, terpaan angin bahkan mampu membuatnya oleng.
Pengalaman itu kemudian dibuatnya menjadi studi kasus pada kuliah tentang energi berkelanjutan. Priyo semakin bergairah setelah mendapati dari hasil literatur bahwa mobil yang ngebut 100 kilometer per jam bisa menghasilkan kecepatan angin hingga 10 meter per detik.
Sebelum membuat purwarupa, tim menguji konsep Savlite dengan perhitungan simulasi menggunakan komputasi dinamika fluida. Lalu, memproyeksikan pemasangan alat di jalan tol yang kecepatan laju kendaraannya hingga 90 kilometer per jam. Hasilnya, laju kendaraan itu bisa menghasilkan tiupan angin 6-11 meter per detik.
“Kalau dari simulasi kami, puncak daya yang dihasilkan itu 100 watt dari sebuah kendaraan yang lewat,” kata Priyo.
Dengan hasil perhitungan volume kendaraan di jalan tol ruas Jakarta-Cikampek, rata-rata listrik yang dihasilkan diperhitungkan 84 watt dalam 24 jam. Daya sebesar itu, menurut Priyo dan timnya, sudah bisa dipakai untuk menyalakan sebuah lampu penerangan jalan tol selama 12 jam.
Baca juga:
Zainal, Dosen dan Peneliti Teknik Mesin Asal Nganjuk yang Berkarya di Amerika
Ketika purwarupa selesai dibuat, mereka menjajal Savlite di sisi jalan layang Pasteur-Surapati (Jalan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja). Laju kendaraan maksimalnya sekitar 60 kilometer per jam. Secara teori, hasil daya listriknya bisa mencapai 20 watt. Namun faktanya, hanya 6 watt yang dihasilkan.
Tim menduga karena mereka terpaksa menggunakan alternator atau dinamo mobil sehingga efisiensinya rendah. “Kalau pakai generator yang sesuai harus impor dari Cina dan datangnya sebulan, nggak cukup waktu untuk lomba,” ujar Priyo.
Untuk rencana pengembangan lanjutan, tim disarankan untuk berdiskusi dengan peneliti lain yang memiliki perhatian yang sama. Selain itu, menurut Priyo, mereka membutuhkan investor untuk menguji Savlite di jalan tol.