TEMPO Interaktif, Cape Canaveral: Tanggal peluncuran Lunar Crater Observation and Sensing Satellite (LCROSS), satelit terbaru milik badan antariksa Amerika Serikat (NASA), belumlah ditentukan, tapi sejak satu bulan lalu satelit itu sudah dikirimkan ke Kennedy Space Center di Florida. Satelit yang baru saja selesai proses pengecekan dan integrasinya di fasilitas khusus milik Northrop Grumman di California itu akan disiapkan untuk peluncuran pada musim semi ini. Misi utama satelit ini adalah mencari air di bulan. Para ilmuwan telah mendeteksi materi yang diperkirakan air berbentuk es dalam kawah dekat salah satu kutub bulan. Wilayah itu dianggap sebagai lokasi es yang paling memungkinkan karena tak pernah terkena panas sinar matahari. LCROSS adalah misi pendamping Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO), hasil pengembangan tambahan yang dikerjakan dalam waktu singkat dan berbiaya rendah. Satelit itu bertugas merekam dan me-relay data pencitraan serta mengobservasi air yang tersimpan dalam kawah bulan. Di Kennedy, kedua wahana antariksa tak berawak itu akan dipasang pada roket peluncur Atlas V dan menjalani pengetesan untuk penerbangan terakhir. LCROSS dan LRO adalah misi pertama dalam rencana NASA untuk mengembalikan manusia ke bulan dan awal pembangunan markas di bulan pada 2020. Dua jam setelah peluncuran, LRO akan memisahkan diri. LCROSS dan bagian teratas roket Atlas V, yang dinamai Centaur, akan terbang mendekati bulan dan masuk orbit yang memanjang untuk mencari posisi tumbukan yang tepat. Ketika mendekati lokasi tumbukan, LCROSS dan roket Centaur akan terpisah. Centaur akan melakukan kamikaze, menabrakkan diri ke kawah bulan yang mengandung es. Kecepatannya saat menumbuk permukaan bulan mencapai dua kali lipat kecepatan sebutir peluru. Tumbukan itu bakal menciptakan ledakan puing roket, batuan bulan, es, dan uap air, yang terlontar hingga ratusan meter dari permukaan bulan. Empat menit kemudian, LCROSS akan terbang menembus awan puing itu mengikuti jalur yang sama dengan roket tersebut. Satelit itu akan memotret, menganalisis, dan mengirimkan datanya ke bumi. Analisis yang dilakukan instrumen khusus LCROSS itu difokuskan untuk mencari air, baik dalam bentuk es maupun uap air, hidrokarbon, dan material terhidrasi. Setelah menuntaskan tugasnya, nasib LCROSS akan berakhir. Dia menabrak permukaan bulan dan sebuah awan serpihan antariksa kembali tercipta. Para ilmuwan NASA memperkirakan tumbukan itu sangat keras sehingga dapat terlihat dari bumi menggunakan teleskop. Kematian Centaur dan LCROSS tidak akan sia-sia. Para ilmuwan akan menggunakan data dari awan puing itu untuk memastikan ada atau tidaknya air berbentuk es di satelit bumi tersebut. "Proyek LCROSS ini dikerjakan dalam tekanan jadwal dan biaya yang amat menantang," kata Dan Andrews, manajer proyek LCROSS di Ames Research Center, NASA, di Moffett Field, California. Untuk memenuhi anggaran yang terbatas dan tenggat 26 bulan, tim proyek LCROSS mengembangkan sebuah wahana yang sederhana tapi inovatif dengan memanfaatkan sistem yang sudah ada, komponen komersial yang dimodifikasi agar mampu bertahan dalam kondisi luar angkasa yang keras. Mereka juga bekerja sama dengan Northrop Grumman Space Technologies untuk mengembangkan teknologi dan desain wahana itu. "LCROSS adalah produk teknologi tinggi berharga rendah," kata Steve Hixson, wakil presiden pengembangan konsep di Northrop Grumman Aerospace Systems di Redondo Beach, California. "Dengan arsitekturnya yang efisien, cepat, dan lincah, satelit ini akan berfungsi sebagai pionir bagi misi sains bumi dan antariksa berbiaya murah di masa depan." TJANDRA DEWI | LCROSS | SCIENCEDAILY | NASA