Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Gerhana Bulan Total Malam Ini, Simak Asal Mitos Pukul Kentongan

image-gnews
Gerhana bulan terlihat dari Observatorium Jokotole IAIN Madura, Pamekasan, Jawa Timur, Rabu, 26 Mei 2021. Gerhana bulan total di wilayah Kabupaten Pamekasan dan sekitarnya berlangsung pada pukul 16.44-19.52 WIB dan fase total pada pukul 18.18 WIB. ANTARA/Saiful Bahri
Gerhana bulan terlihat dari Observatorium Jokotole IAIN Madura, Pamekasan, Jawa Timur, Rabu, 26 Mei 2021. Gerhana bulan total di wilayah Kabupaten Pamekasan dan sekitarnya berlangsung pada pukul 16.44-19.52 WIB dan fase total pada pukul 18.18 WIB. ANTARA/Saiful Bahri
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Gerhana Bulan Total pada malam nanti, seperti halnya gerhana Bulan lainnya dan juga gerhana Matahari, adalah fenomena alam yang menarik untuk diamati dan dipelajari. Pada masa kini, fenomena gerhana bahkan berusaha diabadikan untuk mendapatkan hasil yang artistik.

Widya Sawitar, anggota Himpunan Astronomi Indonesia (HAI) dan Planetarium dan Observatorium Jakarta (POJ), membandingkannya dengan masa lalu. Dulu, menurut Widya, Bulan atau Matahari yang perlahan hilang malah  membuat warga ketakutan. Tak heran hingga muncul berbagai mitos seputar gerhana.

Meski begitu, Widya juga mengatakan bahwa beragam mitos tentang gerhana yang dijumpai dalam budaya di seluruh dunia sangat menarik untuk disimak. "Sebagai pelestarian kekayaan khasanah budaya manusia,” katanya tertulis pada kumpulan sekilas info gerhana yang akan dibahas dalam sesi diskusi gelaran Planetarium dan Observatorium Jakarta, terangkai dengan pengamatan bersama Gerhana Bulan Total hari ini, Selasa 8 November 2022.

Di Tanah Air, di ranah Nusantara, Widya menerangkan, salah satu kisah fenomena gerhana adalah raksasa yang menelan Matahari atau Bulan yang disebabkan rasa dendamnya kepada Dewa Surya dan Dewa Chandra. Kepercayaan akan kisah ini lalu disertai adat kebiasaan memukul kentongan, bersembunyi di rumah, menutup rapat semua pintu dan jendela rumah, serta menutup sumur dan tempayan.

Sebagian lainnya memilih menyelam di sungai, memukul-mukul pohon kelapa, hingga perempuan hamil yang bersembunyi di bawah tempat tidur. “Hal ini sejatinya adalah cerminan adanya rasa ketakutan psikologis akibat kepercayaan terhadap mitos gerhana,” kata Widya. 

Berikut ini adalah kisah itu yang selengkapnya, seperti yang dituturkan Widya Sawitar dan Ferry Simatupang dalam buku berjudul Stars of Asia terbitan 2009.

BATARA KALA / KALA RAHU (JAWA)

Kisah bermula dari tokoh Kala Rahu atau Rembu Culung, Wuluculung, salah satu raksasa yang membantu Batara Indra untuk mendapatkan Tirta Pawitra atau air kehidupan. Siapapun yang meminum Tirta Pawitra tidak akan mati dan memperoleh keabadian. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kala Rahu berhasil mendapatkan Tirta Pawitra dan mengantarkan air tersebut kepada para dewa. Namun, Kala Rahu dilarang meminumnya.

Raksasa ini menyamar dan mencuri air itu dan membawanya terbang ke atas awan. Namun, posisinya diketahui oleh Batara Surya (Matahari, siang hari) dan Batara Candra (Bulan, malam hari) yang selanjutnya menginformasikan ke Batara Wisnu (Penjaga Kebijaksanaan).

Kala Rahu meminum air itu secepatnya karena ia tahu bahwa ia dikejar oleh Batara Wisnu. Sebelum benar-benar menelan air, lehernya berhasil dipotong dengan Cakra (Cakradeksana), senjata ampuh dari Batara Wisnu. Kepala Kala Rahu masih hidup karena sempat meminum air kehidupan yang dicurinya. Namun, tubuhnya yang belum sempat teraliri air tadi jatuh ke Bumi kemudian berubah menjadi lesung. 

Raksasa Kala Rahu ingin membalas dendam kepada Batara Surya dan Batara Candra. Sebagai balas dendam, Kala Rahu terus berusaha mengejar dan memangsa Matahari atau Bulan. Tatkala berhasil, maka terjadilah gerhana.

Masyarakat yang ketakutan dalam menyikapi fenomena gerhana, tidak tahu apa yang terjadi, lalu memukul-mukul gong atau lesung, kentongan, pohon kelapa, dan lain-lain. Harapannya, untuk menakut-nakuti Sang Kala Rahu yang tidak bertubuh, yang mengakibatkan munculnya kembali Matahari atau Bulan.

 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


BRIN: Teleskop di Timau Akan Dipakai Pengamatan Satelit Buatan, selain Obyek Astronomi

1 hari lalu

Cermin sekunder dan penyangganya telah terpasang dalam kubah Observatorium Nasional Timau, Nusa Tenggara Timur. Foto: Abdul Rachman/BRIN
BRIN: Teleskop di Timau Akan Dipakai Pengamatan Satelit Buatan, selain Obyek Astronomi

Menurut BRIN, teleskop di Observatorium Nasional Timau akan digunakan juga untuk memantau satelit buatan selain obyek astronomi.


Ini Fenomena Astronomi Selama Oktober, dari Hujan Meteor hingga Perburuan Komet Tsuchinshan-ATLAS

4 hari lalu

Pengunjung menyaksikan meteor melesat melintasi langit saat hujan meteor Perseid tahunan di Migra l-Ferha, di luar kota Rabat, Malta, 13 Agustus 2024.  REUTERS/Darrin Zammit Lupi
Ini Fenomena Astronomi Selama Oktober, dari Hujan Meteor hingga Perburuan Komet Tsuchinshan-ATLAS

Sejumlah fenomena astronomi menarik bakal muncul sepanjang Oktober. Selain tiga hujan meteor, juga ada perburuan komet.


Mitos Terkait Kanker yang Perlu Diluruskan, Termasuk Minum Kopi

11 hari lalu

Ilustrasi pria  minum kopi. fadquip.com
Mitos Terkait Kanker yang Perlu Diluruskan, Termasuk Minum Kopi

Dokter meluruskan beberapa mitos yang berkembang di masyarakat tentang kanker, termasuk kopi yang disebut mencegah kematian karena kanker.


Observatorium Nasional Timau di NTT Segera Beroperasi, Begini Potensi Wisatanya

33 hari lalu

Cermin sekunder dan penyangganya telah terpasang dalam kubah Observatorium Nasional Timau, Nusa Tenggara Timur. (Foto: Abdul Rachman/BRIN)
Observatorium Nasional Timau di NTT Segera Beroperasi, Begini Potensi Wisatanya

BRIN saat ini sedang berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan industri wisata baru di sekitar lokasi Observatorium Nasional Timau.


Fenomena Astronomi September Diwarnai Beberapa Konjungsi Planet dan Supermoon

36 hari lalu

Penampakan supermoon yang dikenal sebagai bulan biru dan
Fenomena Astronomi September Diwarnai Beberapa Konjungsi Planet dan Supermoon

Pada September ini akan diwarnai fenomena astronomi mulai darik konjungsi atau kedekatan posisi bulan dengan planet, ekuinoks, hingga Supermoon.


Selain Kampung UFO, Yogyakarta Punya Kampung Alien yang Punya Program Edukasi Astronomi

25 Juli 2024

Kampung Alien di Nanggulan Kulon Progo Yogyakarta. Dok. Istimewa
Selain Kampung UFO, Yogyakarta Punya Kampung Alien yang Punya Program Edukasi Astronomi

Kampung Alien di Kembang Nanggulan Kulon Progo itu terinspirasi dari cerita warga turun-temurun yang pernah melihat fenomena langit di daerah itu.


Sebulan Terakhir Penelitian Astronomi di Observatorium Bosscha Terganggu Lampu Sorot

20 Juli 2024

Lampu-lampu sorot mengarah ke langit yang mengganggu pengamatan astronomi di Observatorium Bosscha pada Juli 2024. (Dok.Observatorium Bosscha)
Sebulan Terakhir Penelitian Astronomi di Observatorium Bosscha Terganggu Lampu Sorot

Penelitian astronomi di Observatorium Bosscha, Lembang, terganggu oleh lampu-lampu sorot seperti senter besar yang mengarah ke langit.


Lampu Sorot Pusat Hiburan di Lembang Ganggu Pengamatan Bintang di Observatorium Bosscha

16 Juli 2024

Persiapan pengamatan okultasi Pluto di Observatorium Bosscha. TEMPO/Prima Mulia
Lampu Sorot Pusat Hiburan di Lembang Ganggu Pengamatan Bintang di Observatorium Bosscha

Lampu sorot dari salah satu pusat hiburan di kawasan Lembang membuat pengamatan bintang di Observatorium Bosscha terganggu.


5 Mitos yang Biasa Dikatakan Orang Tua pada Anak dan Faktanya

28 Juni 2024

Ilustrasi anak menonton televisi. Shutterstock.com
5 Mitos yang Biasa Dikatakan Orang Tua pada Anak dan Faktanya

Sebuah laporan mengungkapkan beberapa mitos terkait kesehatan yang biasa didengar anak-anak ketika mereka tumbuh. Berikut lima di antaranya.


Cerita Hafvid Fachrizza Lulus Beasiswa LPDP di Jerman Jurusan Astrofisika

26 Juni 2024

Hafvid Fachrizza lolos sebagai penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP 2024. Kini ia sedang menempuh S2 Astrofisika di Ludwig-Maximilians-Universitt (LMU) Mnchen, Jerman. Dok. Pribadi
Cerita Hafvid Fachrizza Lulus Beasiswa LPDP di Jerman Jurusan Astrofisika

Beragam seleksi dijalani Hafvid Fachrizza, penerima beasiswa LPDP 2024 yang kini berkuliah di Munchen, Jerman.