TEMPO.CO, Jakarta - Praktik zero waste dapat mengurangi emisi karbon sebesar 10 persen dibandingkan sistem pengelolaan yang mengirimkan sampah tercampur ke tempat pembuangan akhir. Ini berdasarkan studi kasus di Kota Bandung, dan dianggap berpotensi membantu pencapaian target pengurangan emisi karbon sesuai National Determined Contribution (NDC) yang telah ditetapkan.
Menurut Aliansi Zero Waste Indonesia, pengurangan emisi karbon melalui pendekatan zero waste hanya untuk kota Bandung itu saja sudah akan mencapai hampir 2 persen dari target dalam NDC. Itu sebabnya, Aliansi menilai, pemerintah perlu memprioritaskan aksi-aksi nyata dan progresif pada sektor pengelolaan sampah dalam arti luas, seperti pada rencana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Aliansi menuturkan, di Kota Bandung sejak 2018 bergulir program Kang Pisman, singkatan dari kurangi, pisahkan, dan manfaatkan sampah, khususnya sampah organik, di tingkat RW. Namun program itu akan berhadapan dengan kebijakan baru pembuangan akhir sampah dari Sarimukti ke Legok Nangka. Terminal akhir sampah dari wilayah Bandung Raya kelolaan pemerintah Provinsi Jawa Barat itu membutuhkan 1200 ton sampah setiap hari untuk diproses dengan insinerator atau pembakar sampah yang hasilnya menjadi listrik.
Padahal, Koordinator Kampanye Zero Waste Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB), Melly Amalia, mengatakan, pemisahan sampah organik di rumah tangga dan pengolahannya berpotensi mengurangi emisi gas metan dari pengelolaan sampah. “Cara ini seharusnya menjadi prioritas kebijakan karena dampaknya signifikan dan relatif mudah dilakukan,” katanya lewat siaran pers aliansi, Senin 14 November 2022.
Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) juga menyatakan sistem zero waste merupakan cara tercepat dan paling terjangkau untuk menhambat pemanasan global. “Bila Kota Bandung menerapkan teknologi termal berbasis sampah tercampur sebagai kebijakan utama, maka emisi karbon yang dihasilkan empat kali lebih besar dibandingkan pendekatan zero waste,” kata Yobel Novian Putra, Climate and Clean Energy Campaigner dari GAIA Asia Pasifik.
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan dan Limbah Bahan Berbahaya Beracun Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung, Salman Faruq, mengatakan, dari 1500 ton sampah per hari, sebanyak 800 ton nantinya akan dikirim ke tempat pembuangan akhir sampah Legok Nangka sesuai komitmen. Sisa 700 ton menjadi target untuk diolah sendiri dengan berbagai cara. “Bukan jadi dilema tapi saling melengkapi,” katanya, Selasa, 15 November 2022.
Saat ini program kawasan bebas sampah dinas melibatkan 200-an Rukun Warga dengan pendampingan petugas dan melibatkan kader warga. Sampah organik diolah menjadi kompos, untuk beternak maggot atau belatung yang berasal dari larva belatung merupakan larva lalat Black Soldier Fly. Targetnya pada 2025, pengurangan sampah lewat pengelolaan di masyarakat sekitar 30 persen. “Saat ini baru sekitar 10 persen, sisanya diangkut ke tempat pembuangan akhir sampah,” kata Salman.
Baca juga:
Banyak Teknologi Tangkap Karbon Malah Tambah Emisi ke Udara
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.