Proses negosiasi sebenarnya mendapat angin segar dari komitmen yang dibuat terpisah dalam KTT G20 Bali, Indonesia, di mana negara-negara kaya setuju menyediakan US$20 miliar untuk membantu Indonesia mulai meninggalkan batu bara. Meski begitu banyak fokus di COP27 mengarah kepada negara-negara Eropa yang berebut pasokan gas alam.
Jerman, misalnya, telah meneken perjanjian dengan Mesir untuk memajukan hidrogen hijau juga ekspor gas alam cair. Beberapa negara dan perusahaan Eropa lainnya juga memiliki proyek di negara-negara seperti Senegal, Tanzania dan Aljazair.
Para pemimpin Eropa bersikukuh kalau kebijakan mereka ini hanyalah jangka pendek dan tak akan men-detract komitmen jangka panjang mereka. Masalahnya, Narain mencatat, sebelum krisis energi, retorika dari negara-negara berpendapatan tinggi adalah jangan ada yang mendanai proyek-proyek bahan bakar fosil di negara berpendapatan rendah-sedang.
"Tapi sekarang setiap orang meminta kami untuk meningkatkan suplai," katanya.
Tekanan-tekanan itu memiliki dampak nyata pada proses negosiasi di COP27. Kalimat yang menyerukan penghapusan bahan bakar fosil dibuang dari draf final, sementara kata-kata baru ditambahkan yang mengusulkan percepatan pembangunan sistem energi yang 'ber-emisi rendah'. Frase itu yang dikhawatirkan banyak lainnya akan digunakan untuk memberi jalan pembangunan produksi gas alam--yang masih tergolong bahan bakar fosil--lebih jauh.
Itu sebabnya Mohamed Salem Nashwan, yang mempelajari rekayasa konstruksi sains, teknologi dan transportasi maritim di Kairo, Mesir, ragu akan ada banyak kemajuan komitmen untuk penghapusan bahan bakar fosil di COP28 Dubai tahun depan. “Tuan rumah juga sangat terhubung dengan industri-industri bahan bakar fosil," katanya.
Fokus Baru, Pangan
Kesepakatan di COP27 juga menyatakan bahwa “mengawal keamanan pangan dan mengakhiri kelaparan" adalah prioritas yang fundamental. Komunitas-komunitas dianggap bisa melindungi diri dari dampak perubahan iklim dengan lebih baik jika sistem pengairan terlindungi dan terawat.
Sebagai pembanding, pakta dari COP26 Glasgow tahun lalu sama sekali tak menyebut pertanian, pangan atau air. "Ada progres nyata dalam hal kata-kata," kata Joachim von Braun, apakar ekonomi pertanian di Bonn University, Jerman.
Penambahan fokus itu juga didukung Claudia Sadoff, Direktur Eksekutif CGIAR, sebuah jaringan global pusat riset pertanian. Namun dia menambahkan, "Teks tentang krisis pangan tidak didukung oleh aksi-aksi yang perlu dilakukan."
Berbeda dari pemerintahan negara-negara peserta COP27, Bill and Melinda Gates Foundation di Seattle, Washington, telah menyatakan donasi US$1,4 miliar selama empat tahun ke depan untuk membantu para petani kecil menghadapi dampak segera dan jangka panjang dari perubahan iklim. "Setiap kali dunia menunda aksinya, semakin banyak penduduk yang menderita, dan solusinya akan menjadi semakin kompleks dan mahal," ujar chief executive yayasan itu, Mark Suzman, dalam pernyataannya.
Yang juga absen dalam naskah dari COP27 adalah rujukan ke perkiraan yang dibuat Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) bahwa sistem pangan bertanggung jawab untuk 21-37 persen emisi karbon global. "Peluang untuk 'pertanian karbon' dan perubahan peruntukan lahan untuk berkontribusi ke mitigasi (iklim) diabaikan," kata von Braun.
NATURE, NEW SCIENTIST