Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Umar Anggara Jenie, mengungkapkan itu dalam pembukaan Ekspose Hasil Penelitian Pusat Penelitian Biologi LIPI di Cibinong Science Center, Senin (23/3) siang. “Kedua penelitian saat ini menjadi flagship dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI,” katanya.
Umar mengingatkan pengalaman getir di Universitas Gadjah Mada lebih dari 10 tahun lalu. Saat itu seorang peneliti sukses menemukan monoclonal antibodi untuk mengobati penyakit kaki gajah. Antibodi itu tentu sangat didambakan rakyat miskin yang justru sering dihinggapi penyakit jenis ini.
Sayang, tidak ada industri kesehatan yang tertarik mengembangkan uji klinisnya. Begitupun dengan pemerintah lewat departemen kesehatan saat itu. “Ini ironi karena kaki gajah adalah penyakit yang sangat khas di katulistiwa. Negara maju takkan membuat obatnya, jadi harus kita sendiri,” tuturnya.
'Kreativitas' para peneliti lokal itu, dinilai Umar, saat ini sudah terjadi di bidang penelitian-penelitian flu burung. Umar memuji para peneliti LIPI yang tak patah arang meski belum memiliki fasilitas laboratorium dengan keselamatan biologi tingkat 3--laboratorium yang mutlak diperlukan dalam penelitian yang melibatkan uji virus ganas semacam flu burung.
Berbagai penelitian alternatif dilakukan mulai dari uji terhadap burung migran, pencarian ekstrak gen dari koleksi mikroba endofitik (hidup dalam tanaman) yang diduga bisa menjadi inhibitor proses replikasi virus flu burung sampai pemetaan genetik ayam lokal yang terbukti resisten virus yang sama. “Kami sih maunya punya laboratorium itu, tapi dananya darimana karena sangat mahal,” katanya sambil menambahkan, “Tapi kami harus putar otak.”
(WURAGIL)