TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan penyuplai mesin pembangkit listrik dan sistem penyimpanan energi, Wartsila, menilai jalan panjang yang masih harus ditempuh Indonesia menuju target net zero emission 2060. Indonesia disebut baru akan bergerak untuk tren transisi energi yang bersih dan terbarukan, sementara sebagian negara lain sudah memulainya dan bahkan sudah di tengah tren itu.
"Indonesia sebagai negara yang besar memang sedikit lambat untuk memulai," kata Kari Punnonen, Energy Business Director Australasia di Wärtsilä Energy.
Tempo.co bersama satu media lain mendapat kesempatan mewawancarai Kari di antara agenda Hari Listrik Nasional ke-77 di Hotel Mulia, Jakarta, 30 November 2022. Kari yang sehari-hari berbasis di Singapura itu didampingi antara lain Direktur Penjualan Wärtsilä Energy, Febron Siregar, dan Wiwin Suhendri, Senior Business Development Manager Wärtsilä.
Baca juga: Kebanyakan Teknologi Tangkap Karbon Malah Tambah Emisi ke Udara
Saat itu Kari membandingkan Indonesia dengan Filipina, negara tetangga di Asia. Negara ini dinilai dalam praktiknya sudah lebih maju dibandingkan Indonesia karena telah menjalankan lebih banyak proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), juga tenaga angin. "Sudah ada proyek pembangkit listrik setara beberapa ribu megaWatt dari energi matahari di Filipina," katanya memberi misal.
Meski begitu, Kari menambahkan, Indonesia memiliki kelebihan karena tengah membuat roadmap menuju netralitas emisi karbon 2060. Keputusan membuat roadmap dianggap sangat penting untuk bisa mengarahkan upaya dari seluruh bangsa. "Filipina mungkin sudah lebih dulu start dengan proyek-proyek, tapi framework-nya belum hadir di sana," kata Kari lagi.
Menurut Kari, keputusan amat baik yang sudah diambil pemerintah Indonesia untuk roadmap 2060 itu. Termasuk dengan kebijakan tak akan memberi izin baru pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan sumber energinya dari batu bara. "Saya kira Indonesia berada di good pathways, right decision," kata dia.
Dia berharap komitmen terjaga dan tender-tender baru dengan sumber energi terbarukan akan bermunculan di sepanjang proses transisi energi ini. "Kita lihat seberapa cepat semua akan terjadi," katanya sambil menekankan semakin meninggalkan batu bara dan menambah banyak sumber energi terbarukan adalah satu-satunya jalan ke depan yang harus diambil.
Ilustrasi PLTU. Antaranews.com
Dia juga berpesan agar Indonesia jangan sampai salah memilih teknologi dan jenis pembangkit listrik baru. Harus perhitungan sampai 30 tahun ke depan apakah teknologi dan pembangkit itu masih tetap bisa digunakan. "Kita sudah lihat contoh di beberapa negara di mana keputusan salah sudah dibuat dan semua orang tidak paham kenapa setelah sepuluh tahun tidak bisa digunakan lagi," katanya.
Kari merujuk kepada nasib PLTU karena tak lagi dapat dukungan komunitas internasional, termasuk untuk pembiayaannya. Karena sektor pembangkitan listrik membutuhkan investasi tidak murah, dia menyatakan, "Jangan sampai membuang uang anggaran nasional yang sangat besar."
Kari menepis penilaian kalau dia meragukan roadmap net zero emission 2060 Indonesia. Menurutnya tidak ada alasan untuk ragu sejak keputusan utama roadmap sudah ada dan komitmen dari PLN sudah terlihat untuk memberi fokus lebih besar ke pengembangan energi terbarukan. Lagian, Febron menambahkan, "Tidak ada jalan untuk mundur lagi bagi Indonesia."
Baca juga: Pengadilan Batalkan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A Cirebon
Arah Jalan untuk Indonesia dari Wartsila untuk 2060
Dalam kesempatan itu Kari juga memaparkan kalau Wartsila melakukan pemodelan transisi energi ke sumber-sumber yang terbarukan di banyak negara. Dari sana mereka merekomendasikan arah jalan yang bisa diambil setiap negara dengan skenarionya masing-masing.