TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti gempa Mudrik Rahmawan Daryono mengaku skeptis dengan hasil temuan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) soal jalur atau zona Sesar Cugenang yang menyebabkan gempa Cianjur dengan magnitudo 5,6 pada 21 November lalu. Temuan dari hasil survei dan dokumentasi pantauan udara itu, menurutnya, harus diteliti lagi dengan berbagai pengujian.
“Secara prinsip kita belum menemukan secara definitif yang absolut tentang sesar penyebab gempa buminya itu,” kata Mudrik, Jumat, 9 Desember 2022.
Menurut peneliti di Organisasi Riset Kebumian dan Maritim Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) itu, temuan Sesar Cugenang oleh BMKG masih ada yang perlu diklarifikasi. Secara morfologi misalnya, harus terlihat jelas bentuk retakan yang merobek morfologi batuan.
Temuan retakan atau sobekan di permukaan atau surface rupture itu juga harus juga diuji dengan uji paritan, data seismik, survei geofisika, georadar, geolistrik. “Untuk surface rupture no clear conclusion yet,” kata Mudrik.
Dia mengatakan, retakan atau sobekan di permukaan itu adalah sesar aktif, tempat yang selalu dan akan bergeser menghasilkan gempa. Penentuannya harus dipastikan dengan berbagai pengujian ilmiah, bukan hasil kira-kira. “Kita tidak usah ikut eforia jagoan nemu sesar,” ujarnya. Temuan BMKG dinilai sebagai penilaian cepat dari kejadian gempa Cianjur.
Kelak setelah dipastikan dengan berbagai pengujian ilmiah dari disiplin ilmu geologi dan geofisika tersebut, kata Mudrik, hasilnya bisa dipakai untuk kebijakan seperti pengosongan area di sekitar jalur sesar atau patahan.
Secara nasional, menurutnya, belum ada aturan resmi soal jarak pengosongan. Namun di Amerika Serikat dan Selandia Baru, diterapkan jarak masing-masing 15 meter di sisi kiri dan kanan garis sesar sebagai area kosong dari bangunan.
Kepala BMKG Dwikorita pada konferensi pers secara daring, Kamis, 9 Desember 2022, menyatakan sepanjang garis putus-putus yang merupakan jalur patahan aktif Cugenang, nantinya harus kosong dari hunian, tidak boleh dibangun lagi.
Alasannya karena jika terjadi gempa susulan kurang lebih 20 tahun lagi, bangunan akan terdeformasi dan bisa mengalami getaran yang kuat dan runtuh. Zona yang harus dikosongkan sepanjang garis jalur patahan dan ke kanan dan ke kiri kurang lebih 300-500 meter. “Itu enggak bener lah, itu over,” kata Mudrik.
Dwikorita mengatakan, zona patahan Cugenang itu sepanjang 8-9 kilometer, mulai dari Desa Nagrak sampai Ciherang dengan arah tenggara-barat laut. Dia menyatakan sudah menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah daerah agar area sekitar zona sesar dikosongkan dari pemukiman
Baca:
BMKG Umumkan Temuan Zona Patahan Cugenang, 1.800 Rumah Diminta Dipindah
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.