TEMPO.CO, Jakarta - Tak terdeteksi lagi sel kanker pada Alyssa, 13 tahun, setelah dirinya menjadi orang pertama menerima terapi yang melibatkan teknik gunting molekuler (CRISPR) terbaru yang disebut editing basa. Remaja ini pada 2021 lalu terdeteksi sebagai pasien dengan leukimia yang agresif, atau dalam bahasa medis T-cell acute lymphoblastic leukaemia (T-ALL).
Berbagai terapi kimia dan pengobatan, hingga cangkok sumsum tulang, telah selama ini tak mengubah kondisi Alyssa, hingga eksperimen teknik baru itu digunakan pada Mei lalu. Sebagai bagian dari eksperimen itu, kepada Alyssa juga diberikan satu dosis sel imun dari donor yang telah dimodifikasi untuk menyerang kanker.
Setelah 28 hari, hasil tes menunjukkan Alyssa dalam kondisi remisi--meski ini belum akan jelas berapa lama akan bertahan. Remisi berarti tanda dan gejala kanker dalam tubuh yang bersangkutan berkurang, bahkan menghilang.
"Ini sangat luar biasa sekalipun masih hasil yang sangat awal, yang masih perlu dimonitor dan dikonfirmasi selama beberapa bulan ke depan," kata Robert Chiesa, anggota tim dokter yang merawat Alyssa, dalam sebuah pernyataan yang dirilis Great Ormond Street Hospital (GOSH), London, Inggris, pada 11 Desember 2022.
Baca juga: Penelitian Ungkap Kanker Payudara Cenderung Menyebar Saat Kita Tidur
Sel-T dan CAR-T Hadapi Leukimia
Leukimia disebabkan oleh sel-sel imun dalam sumsum tulang yang berlipatganda tak terkendali sehingga malah menjadi merugikan. Ini biasanya dihadapi dengan mematikan seluruh sel dalam sumsum tulang lewat kemoterapi dan kemudian mengganti dengan sumsum tulang baru hasil transplantasi.
Dalam banyak kasus, cara itu bisa berhasil. Jika gagal, para dokter bisa mencoba sebuah pendekatan yang dikenal sebagai terapi CAR-T.
Terapi itu dilakukan dengan menambahkan sebuah gen ke satu jenis sel imun yang dikenal sebagai Sel-T untuk membuatnya mencari dan menghancurkan sel-sel kanker. Sel-sel imun yang sudah direkayasa itu disebut sel CAR-T.
Pada awalnya, terapi CAR-T juga mencakup memindahkan seluruh sel-T yang ada, merekayasa dan menanamkannya ulang dalam tubuh pasien. Ini karena jika menggunakan sel-T dari orang lain atau donor, sel-sel itu menyerang setiap sel lain dalam tubuh pasien.
Masalahnya, pendekatan personalisasi hasil rekayasa sel-T ini menambahnya lebih mahal lagi. Belum lagi kerap tidak bisa didapatkan jumlah sel-T yang cukup untuk bisa menciptakan sel-sel CAR-T ketika seseorang sudah sangat sakit.
Ilustrasi rekayasa genetika.[RTE]
Edit Gen Tambahan dan Risiko Sel Kanker Baru
Untuk mengatasinya, sejumlah kelompok dokter telah melakukan edit-gen sel-T sehingga yang sudah didapat dari seorang donor bisa digunakan untuk diberikan ke banyak pasien. Pada 2015, Waseem Qasim dari University College London Great Ormond Street Institute of Child Health dan timnya menjadi yang pertama mencoba cara ini.
Dengan cara itu pula Qasim dkk sukses merawat Layla, pasien bocah perempuan berusia satu tahun, yang sebelumnya tak bisa disembuhkan dengan beragam terapi lainnya. Pendekatan itu yang kini telah diizinkan digunakan di Inggris Raya untuk para pasien leukimia, melibatkan apa yang disebut sel-B--tipe lain dari sel imun tubuh.
Leukimia pada Alyssa disebabkan sel-T dan jika sel-sel CAR-T dimodifikasi untuk menyerang sel-T, mereka hanya akan membunuh satu sama lain. Karenanya Qasim dan timnya membuat sebuah perubahan tambahan terhadap sel-sel CAR-T dengan melumpuhkan gen untuk reseptor yang mengidentifikasi mereka sebagai sel-T.
Menciptakan sel CAR-T seperti itu mensyaratkan editing empat gen sekaligus, yang menuntun ke problem atau risiko yang lain. Edit gen konvensional melibatkan memotong untaian DNA dan bergantung ke bengkel sel untuk menyambung kembali untaiannya. Ketika banyak potongan dibuat sekaligus, banyak sel akhirnya mati.
Bahkan ketika sel itu masih hidup, sambungan yang salah bisa tumbuh, menuntun ke sejumlah mutasi signifikan yang berpotensi membuat sel-sel bersifat kanker. Semakin banyak edit gen yang dilakukan, semakin besar peluangnya untuk menjadi sel kanker baru.
Baca juga: Seperti Apa Edit Gen dan Teknologi Transgenik di Indonesia?
Eksperimen Tekan Risiko Kanker Baru
Jadi Qasim dan timnya menggunakan satu teknik CRISPR yang telah dimodifikasi tidak menggunting DNA, tapi mengubah satu huruf DNA menjadi huruf yang lain. Teknik ini dikenal sebagai edit basa, dan Alyssa adalah orang pertama yang pernah dirawat dengan sel CAR-T hasil editing basa ini. "Kami sangat senang dia dalam kondisi remisi untuk pertama kalinya," kata Qasim.
Robin Lovell-Badge dari Francis Crick Institute, London, setuju editing basa sangat menjanjikan, tidak hanya dalam kasus ini tapi juga untuk kelainan genetik. "Banyak teknik perawatan lainnya yang sedang dikembangkan melibatkan teknik editing basa ini," kata dia.
Tiga di antaranya sudah berjalan. Yang pertama dimulai di Selandia Baru pada Juli lalu. Eksperimen oleh sebuah perusahaan bernama Verve Therapeutics terhadap kondisi warisan genetik penyebab kadar kolesterol tinggi nan berbahaya.
NEW SCIENTIST, GOSH, LIVE SCIENCE
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.