TEMPO.CO, Bandung - Erupsi terkini Gunung Anak Krakatau adalah fenomena biasa yang memang harus disaksikan pada tingkat aktivitas gunung api itu yang sedang berstatus Siaga atau Level 3. Radius berbahaya sejauh lima kilometer dari kawah berlaku sejak status Siaga ditetapkan 24 April 2022.
"Artinya di luar itu, masyarakat atau yang lainnya bisa beraktivitas normal di luar radius tersebut,” kata Koordinator Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Oktory Prambada, Kamis 5 Januari 2022.
Erupsi terkini Gunung Anak Krakatau terjadi pada Rabu, 4 Januari 2023. Oktory menerangkan, letusan merupakan bagian dari mekanisme membentuk tubuh gunung. Gunung api yang berlokasi di perairan Selat Sunda tersebut kehilangan lebih dari separuh tubuhnya saat letusan yang menghasilkan tsunami pada Desember 2018 lalu.
Mekanisme pembentukan tubuh baru Gunung Anak Krakatau itu dihasilkan melalui aliran lava, serangkaian letusan gunung api, serta lontaran batuan dan material pijar. "Mengantisipasi bahaya yang ditimbulkannya, Badan Geologi telah menetapkan status Gunung Anak Krakatau dalam status Siaga atau Level 3," kata Oktory lagi.
Antisipasi bahaya termasuk terhadap aliran lava dari kawah Gunung Anak Krakatau yang bisa mengalir hingga laut. Menurut Oktory, itu sudah lama terjadi. "Sejak 2019 sudah ada aliran lava untuk membentuk tubuh gunung yang baru,” tuturnya.
Foto udara kondisi Gunung Anak Krakatau, Provinsi Lampung, Kamis 28 April 2022. ANTARA/HO-BNP
Ditambahkan, letusan yang terjadi umumnya menghasilkan kolom abu dengan ketinggian di bawah satu kilometer. Hanya, pada 4 Januari 2023 pukul 15.09 WIB terjadi letusan yang terlihat mencolok karena menghasilkan tinggi kolom abu mencapai lebih kurang tiga kilometer. Satu jam sebelumnya, pada pukul 14.10 WIB, terpantau erupsi menghasilkan kolom abu lebih kurang 100 meter.
Baca juga: Kolom Abu Letusan Gunung Anak Krakatau Tembus 2,5 Kilometer
Kolom abu lebih dari 3 kilometer, atau setara lebih kurang 3,157 kilometer dihitung dari tinggi muka laut, disebabkan sempat terjadi penyumbatan di kawah gunung tersebut. Penyumbatan terjadi umumnya karena gunung tersebut dalam relatif lama tidak meletus.
“Jadi ketika biasanya ada erupsi, kemudian gak ada erupsi, berarti yang terjadi di sana ada sumbatan-sumbatan terhadap conduit di atas," katanya menjelaskan, "Sumbatan-sumbatan itu menghasilkan tekanan berlebih atau overpressure."
Situs Magma Indonesia mencatat terjadi sedikitnya empat kali erupsi Gunung Anak Krakatau dengan ketinggian kolom abu menembus 2 kilometer di atas puncak sejak Minggu, 17 Juli 2022. Pada 18 Juli 2022 pukul 17:30 WIB terjadi erupsi dengan tinggi kolom abu teramati 2,5 kilometer di atas puncak dengan amplitudo maksimum 55 mm dan durasi 1 menit 13 detik. (PVMBG)
Oktory mengungkapkan kalau tim Badan Geologi terakhir mendekati pulau Gunung Anak Krakatau tersebut pada 25 Desember 2022. Saat itu dilakukan perbaikan sejumlah peralatan dan sensor pengamatan yang dipasang di pulau-pulau yang berada di sekitarnya. “Kami juga tidak berani mendekat,” kata dia perihal radius berbahaya lima kilometer.
Dari situs Magma Indonesia yang dikelola Badan Geologi diketahui kalau erupsi Gunung Anak Krakatau telah kembali terjadi pada Kamis dinihari, pukul 00.13 WIB. Tinggi kolom abunya teramati lebih kurang 750 meter di atas puncak gunung tersebut, atau lebih kurang 907 meter di atas permukaan laut.
Baca juga: Operasi Modifikasi Cuaca Lanjut Sampai 10 Januari, Meluas Sampai ke Jawa Timur
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.