TEMPO.CO, Jakarta - Detik-detik menuju peluncuran satelit nano Surya Satellite-1 (SS-1) dari Stasiun Luar Angkasa Internasional atau International Space Station (ISS) terlihat di layar raksasa Auditorium Soemitro Djojohadikusumo lantai 3 Gedung BJ Habibie - BRIN, Jakarta Pusat. Angka hitung mundur di kanan atas sudah sampai angka satu, namun tak terlihat ada yang dilepaskan dari peluncur ISS pada layar.
Mengandalkan kamera luar ISS, penonton tetap bersabar. Sekitar 22 detik kemudian terlihat sebuah kotak hitam terbang ke luar dari stasiun antariksa internasional tersebut. Tepuk tangan pun memenuhi ruangan. Hari ini, 6 Januari 2023, satelit nano pertama karya anak bangsa meluncur dari ISS untuk mengorbit Bumi.
“Wah, lega banget. Itu pemandangan yang mau kami lihat sejak enam tahun lalu. Akhirnya, benar-benar bisa lihat dengan mata kepala sendiri,” kata Setra Yoman Prahyang, Surya Satellite-1 Project Leader, mewakili teman-temannya.
Dia sambil terus mengamati di layar raksasa masih terlihat satelit mungil itu melayang-layang di angkasa yang luas. Dari ketinggian ISS pada 380-420 kilometer, satelit nano itu diproyeksi akan beranjak dan beroperasi di ketinggian 400-420 kilometer, dengan sudut inklinasi 51,7 derajat.
Setra memperkirakan satelit pertama buatan kampus, yang pengerjaannya dibimbing tim di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional--sekarang melebur ke dalam BRIN, tersebut akan berfungsi selama 6 -12 bulan. “Jika pada umurnya nanti, dia akan masuk kembali ke atmosfer dan ludes terbakar,” katanya
Misi Satelit Nano
Misi Utama dari Proyek SS-1 adalah Automatic Package Radio System untuk kebutuhan Radio Amatir (ORARI). Juga dapat difungsikan untuk komunikasi dan deteksi kebencanaan.
Peluncuran satelit nano Surya Satellite-1 (SS-1) ke Stasiun Antariksa Internasional pada Minggu 27 November 2021. Foto : Twitter
Proyek SS-1 diinisiasi oleh perekayasa muda di Univeritas Surya bekerja sama dengan Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) sejak Maret 2016. Setahun kemudian, SS-1 memulai pengerjaan dan pelatihan pembuatan satelit nano dengan supervisi dari para periset di Pusat Teknologi Satelit LAPAN--sekarang BRIN.
Sebanyak 7 mahasiswa Surya University yang turut mengembangkan SS-1, yaitu Hery Steven Mindarno, Setra Yoman Prahyang, M. Zulfa Dhiyaulfaq, Suhandinata, Afiq Herdika Sulistya, Roberto Gunawan, dan Correy Ananta Adhilaksma. Kini, saat satelit benar-benar mengangkasa di luar Bumi, mereka sudah menjadi alumni.
Perjalanan Panjang Bogor-Tsukuba-Cape Canaveral-ISS
BRIN turut memberi dukungan penuh terhadap proyek pengembangan satelit nano yang diprakarsai oleh Surya University ini. Dukungan berupa bimbingan ahli satelit dimulai dari tahap desain, manufaktur, perangkaian, hingga pengujian satelit.
Selanjutnya juga dukungan kolaborasi multi-pihak antara tim insinyur muda bersama PT. Pasifik Satelit Nusantara, Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI), dan PT. Pudak Scientific. Dukungan diberikan pula oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam proyek pengembangan Satelit SS-1.
Peluncuran dan pelepasan SS-1 ke orbit bisa terlaksana karena peran United Nations Office for Outer Space Affairs (UNOOSA) dan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA). Pada Februari 2018, Tim SS-1 mengikuti sayembara program KiboCUBE yang diinisiasi oleh kedua organisasi antariksa tersebut dan diumumkan menjadi pemenang pada Agustus 2018. Hadiahnya, Tim SS-1 memperoleh slot peluncuran satelit nano dari kamar Jepang di ISS.
Setelah diumumkan menjadi pemenang sayembara Kibo-Cube itulah, Tim SS-1 melakukan Perjanjian Kerja Sama dengan Pusat Teknologi Satelit LAPAN (sekarang Pusat Riset Teknologi Satelit – BRIN). Mereka mencari bimbingan pembuatan satelit nano, pengadaan berbagai komponen ‘Space Grade’, dan pemakaian alat pengujian yang diperlukan dalam pembuatan SS-1.
Selanjutnya, dalam Asia Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF) ke-24 di Singapura pada November 2018, Tim SS-1 menjalin perjanjian kerja sama dengan JAXA. Perjanjian ini untuk pembimbingan proses pembuatan Nano Satelit yang terdiri atas beberapa fase review. Pada Februari 2019, tim SS-1 melakukan kerja sama dengan PT. Pudak Scientific, Bandung – Jawa Barat untuk proses pengadaan Manufaktur Struktur dari SS-1.
Tim SS-1 menerima kunjungan dan bimbingan teknis dari JAXA pada Mei 2019, kala itu berlokasi di Pusat Teknologi Satelit. Pertemuan ini untuk membahas dokumen teknis peluncuran yang diperlukan untuk Fase 01 yang berisi Perancangan dan Simulasi Nano Satelit. Pada Desember 2019, tim SS-1 dinyatakan lolos pada tahap Fase 02, dan melanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu Fase 03 yang berisi Pembuatan dan Pengujian Nano Satelit. Lalu, pada 2020, dilanjutkan proses pengerjaan Dokumen Fase 03 dan pengadaan beberapa komponen untuk Flight Model Surya Satellite-1.
Selanjutnya, pada pertengahan 2021, dimulai perangkaian satelit SS-1 dan melakukan beberapa tahap pengujian yang terdiri dari Final Functional Testing dan Environmental Testing yang dilakukan di Pusat Teknologi Satelit – LAPAN, Bogor – Jawa Barat. Pada akhir 2021 tim SS-1 telah menyelesaikan environment test. Pada 2021, Team Surya Satellite-1 dibantu oleh PT. Pasifik Satelit Nusantara membangun Stasiun Bumi dari tahap desain hingga realisasi untuk digunakan oleh tim SS-1.
"Sejak awal pengembangan proyek SS-1, kami telah banyak dibantu oleh para periset teknologi satelit," kata Setra. "Melalui bimbingan ini juga, desain satelit kami dapat bersaing dengan cubesat internasional lainnya sehingga kami memenangkan sayembara Kibo-Cube dan kami memperoleh slot peluncuran dari ISS."
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko bersama Duta Besar Jepang untuk RI Kanasugi Kenji melihat prototipe Surya Satelit-1 di acara pelepasan satelit nano tersebut dari Stasiun Antariksa Internasional lewat video jarak jauh di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Jumat, 6 Januari 2023. SS-1 yang dibuat tim di Surya University meluncur dan kini bisa berada di orbit di luar angkasa lewat program Badan Antariksa Jepang. Foto : Maria Fransisca Lahur
Selanjutnya, pada Juni 2022, SS-1 berhasil lolos tahapan Review Fase 03 dan Safety Review Panel oleh para engineer JAXA. SS-1 kemudian dikirim ke Jepang dan diserahterimakan kepada JAXA sebagai pihak peluncur di Tsukuba Space Center pada 8 Juli 2022. Selanjutnya satelit ini di-install pada modul deployer (Modul JSSOD). SS-1 meluncur menuju ISS pada 27 November 2022 menumpang roket SpaceX CRS-26 dari Cape Canaveral, AS, sebelum dilepas dari ISS menuju orbit pada hari ini, Jumat, 6 Januari 2023.
“Melalui pelepasan SS-1 ke orbit ini, kami berharap dapat mempromosikan satelit nano pertama Indonesia yang akan diorbitkan ke luar angkasa. Sekaligus juga ingin menginspirasi praktisi, akademisi dan peneliti generasi muda di Indonesia khususnya di bidang keantariksaan,” kata Setra.
Kata BRIN
Satelit disebut nano karena memang berukuran kecil, tepatnya 10 x 10 x 11,35 cm dengan berat 1,35 kg. Bekerja pada frekuensi Very High Frekuensi @145,825 MHz, satelit membawa muatan berupa modul radio amatir yang berfungsi sebagai media komunikasi pesan teks real time radio.
Menurut Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Robertus Heru Triharjanto, satelit mungil itu berguna membuat pesan pendek dikirim tak pakai BTS. "Mau di tengah laut, di atas gunung, bisa dan gratis.” Selain itu, karena berada di orbit rendah maka bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan HT. Selain itu, nantinya SS-1 melewati Indonesia antara 1,5 hingga 2 jam sekali.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.