TEMPO.CO, Jakarta - Tim teknologi modifikasi cuaca atau biasa dikenal juga dengan teknologi hujan buatan akan segera terbang lagi. Kali ini misinya bukan mencegah hujan ekstrem dan banjir, tapi sebaliknya menurunkan hujan mencegah bencana asap kebakaran hutan dan lahan.
Permintaan misi itu datang dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Dia mengikuti prediksi cuaca oleh BMKG yang menyatakan wilayah Riau, sebagian Jambi dan sebagian Sumatera sudah akan memasuki musim kemarau Februari.
Pada saat yang sama sebagian besar wilayah Indonesia sebenarnya masih dalam periode puncak musim hujan. BMKG juga memprediksi penurunan curah hujan baru semakin nyata per April dan Mei di mana curah hujan sudah ada yang mendekati di bawah 150 milimeter, bahkan 50 mm, per bulan.
Tapi, Menteri Siti memutuskan operasi hujan buatan diharapnya sudah dimulai akhir Februari atau tengah Maret. "Karena biasanya Pak Presiden akan pesan jangan sampai Lebaran ada asap," katanya dalam konferensi pers penanganan kebakaran hutan dan lahan di kantornya, Jumat 20 Januari 2023.
Berdasarkan data kementeriannya, Siti menerangkan, kebakaran hutan dan lahan memang sudah terjadi. Dia menunjuk ada 66 titik kebakaran hutan dengan luas 459 hektare yang terjadi pada 11 provinsi di Indonesia terhitung sejak 1 sampai 19 Januari 2023.
Sebagai gambaran, sepanjang 2022, luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia didata Kementerian LHK mencapai luasan 204.000 hektare. Jumlah itu menurun dari 2021 yang seluas 358.000 hektare. Dan, hujan buatan melalui modifikasi cuaca dianggap efektif dalam penanganannya.
Pesawat tempur F-16 dari Skadron Udara 16/Rydder Lanud Roesmin Pekanbaru, terbang di atas lahan yang terbakar di Koto Tuo, Kampar, Riau, Rabu, 21 Juli 2021. Skadron Udara 16/Rydder menemukan lokasi kebakaran hutan dan lahan saat melakukan sesi latihan rutin. ANTARA/Skadron Udara 16/Rydder Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru/Lettu Pnb Tommy Yulianto
Sebelumnya, BMKG menyatakan bencana kebakaran hutan bakal meningkat pada tahun ini. Penyebabnya, fenomena La Nina yang semakin lemah dan masuk netral. Seperti diketahui, gangguan La Nina telah berperan meredam kebakaran hutan dan lahan di Tanah Air sepanjang tiga tahun terakhir--seperti halnya telah menyebabkan banjir di banyak wilayah.
Baca juga: Menteri Siti Nurbaya dan Presiden Jokowi Dipuji karena Deforestasi Berkurang, Kenapa Walhi tak Terpukau?
Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, kondisi netral itu hampir berimpit dengan El Nino lemah. Dimulai dari April, penurunan curah hujan akan terus terjadi dan semakin luas sampai Juni-Juli.
Daerah yang mengalami zona kering terutama di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, serta Kalimantan. "Potensi kebakaran hutan dan lahan akan kita antisipasi sebaiknya mulai April," ujar dia.