TEMPO.CO, Jakarta - Pada Kamis malam, 26 Januari 2023, telah terjadi peristiwa kecelakaan Kereta Api Sancaka di perlintasan KA Dusun Damarsi, Mojokerto, Jawa Timur. KA relasi Yogyakarta - Surabaya Gubeng itu menabrak truk pengangkut mobil yang tiba-tiba macet di tengah perlintasan KA.
Sebelum KA Sancaka menyeruduk truk tersebut, warga yang berada di sekitar lokasi kejadian sebenarnya sudah memberitahu masinis kalau ada truk yang bermasalah di perlintasan. Meski masinis sudah menarik tuas rem, kereta tidak bisa melambat atau berhenti sehingga tabrakan tetap tak terhindarkan.
Menurut Minnesota Operation Lifesaver, kereta butuh jarak sekitar 1,6 kilometer untuk benar-benar berhenti sejak dilakukan pengereman pertama. Jarak ini dihitung dari rata-rata panjang kereta 1,6 sampai dua kilometer yang bergerak dengan kecepatan 88 sampai 128 kilometer per jam.
Baca juga: INKA Ungkap Sedang Kaji Kereta Api Berbahan Bakar Hidrogen
Adapun beberapa faktor yang memengaruhi panjang jarak yang dibutuhkan kereta untuk berhenti total, antara lain berat kendaraan, sistem pengereman, dan ilusi jarak kereta. Khusus pada berat kendaraan, semakin besar dan berat kendaraan, maka jarak yang dibutuhkan untuk kendaraan benar-benar berhenti semakin panjang.
Selanjutnya, meski di setiap kereta terdapat fitur sistem pengereman darurat, namun kemampuannya masih memiliki keterbatasan. Beberapa jenis kereta penumpang, seperti sistem kereta bawah tanah sebagian besar sudah dilengkapi rem darurat ini. Fungsinya memperlambat kecepatan kereta lebih cepat daripada sistem pengereman normal.
Sedangkan pada faktor ilusi jarak kereta, dipengaruhi aspek ukuran kereta dan sudut pandang manusia terhadap kereta. Dengannya menghasilkan ilusi optik. Maksudnya, ilusi optik yang tercipta merupakan kereta yang seolah-olah berjalan lambat dan masih jauh, padahal sebaliknya.
Jadi, itulah alasan mengapa kereta tidak bisa berhenti mendadak. Untuk mengatasi risiko kecelakaan kereta api yang melibatkan kendaraan umum lainnya, pemerintah Indonesia sudah mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu,” bunyi Pasal 296 UU Nomor 22 Tahun 2009.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.