TEMPO.CO, Jakarta - Daerah Istimewa Yogyakarta ditetapkan sebagai provinsi termiskin di Pulau Jawa berdasarkan hasil dari data Badan Pusat Statistik yang menyebutkan angka kemiskinan di wilayah itu mencapai 11.49 persen. Predikat sebagai provinsi termiskin ini menjadi perdebatan di tengah masyarakat bahkan di kalangan perguruan tinggi. Bahkan, pada Selasa, 31 Januari 2023, Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan diskusi secara daring dengan para pakar untuk memberikan solusi mengatasi kemiskinan di DIY.
Pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fisipol UGM, Tadjuddin Noer Effendi, mengatakan angka kemiskinan yang dirilis BPS acapkali mengundang banyak reaksi, meski BPS selalu merilis hasil survei ekonomi nasional secara berkala.
Baca juga: Tolak Wacana Penarikan Uang Pangkal, Mahasiswa UGM Tuntut Transparansi
Berdasarkan data BPS, kata Tadjuddin, penetapan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. “Di DIY sendiri garis kemiskinan Rp 551.342 per bulan. Pengeluarannya lebih tinggi dibanding Jawa Barat dan Jawa Tengah. Saya kira penetapan garis kemiskinan ada persoalan. Katanya angka kemiskinan tinggi, namun pengeluarannya tertinggi di atas Jabar dan Jateng,” katanya dilansir dari laman UGM pada Rabu, 1 Februari 2023.
Dari sisi tingkat ketimpangan pengeluaran atau rasio gini, DIY tertinggi di Indonesia yakni 0,439. Sementara dari angka harapan hidup, DIY menempati peringkat pertama di Indonesia dengan usia rata-rata penduduk 75 tahun.
Tidak hanya itu, nilai indeks pembangunan manusia berada di posisi kedua setelah Provinsi DKI Jakarta. “Dari data IPM kok bisa termiskin, ada yang perlu kita koreksi. Lalu, ada soal indeks kebahagiaan, DIY tertinggi kedua setelah Jawa Timur, terkait indeks kepuasan hidup, perasaan dan makna hidup,” paparnya.
Sedangkan dari jumlah penduduk lansia, diakui Tadjuddin, DIY tertinggi diikuti Jawa Timur dan Jawa Tengah. “Persentase lansianya 4,2 persen dari jumlah penduduk DIY,” katanya.
Soroti Metodologi Penentuan Garis Kemiskinan di DIY
Meski angka pengeluaran setiap keluarga masih menjadi tolak ukur internasional untuk menentukan angka kemiskinan, namun metodologi penentuan garis kemiskinan di DIY oleh BPS, menurutnya, perlu diperdebatkan. “Seringkali kemiskinan ditetapkan dengan membandingkan nilai konsumsi seseorang dibanding dengan orang lain,” katanya.
Selain menyoroti persoalan metodologi, Tadjuddin juga menyarankan pemerintah untuk memikirkan hal yang bersifat penanganan terutama dalam rangka pengentasan angka kemiskinan di Indonesia. “Karena sekali lagi terlalu banyak keterlibatan lembaga dalam penanganan kemiskinan. Terlalu banyak orang untuk intervensi dan hal itu cukup sulit diawasi dan barangkali kemiskinan itu juga menjadi komoditas,” katanya.
Sementara peneliti studi kependudukan UGM, Bambang Hudayana, menuturkan untuk menurunkan angka kemiskinan DIY tidak bisa dilakukan dengan program jangka pendek sebaliknya memerlukan program untuk jangka menengah, jangka panjang dan berkelanjutan. “Program yang berkelanjutan adalah yang berbasis pada partisipasi dan inovasi desa serta melibatkan kelompok-kelompok swadaya dalam masyarakat,” katanya.
Dari hasil penelitiannya, orang miskin umumnya sulit keluar dari belenggu kemiskinan karena mengalami keterbatasan pada aset tanah, modal material, modal sosial, life skill, yang tidak ditangani dengan baik.
Sementara program pengentasan kemiskinan yang dilakukan selama ini dinilainya masih belum tepat sasaran karena berbagai program bantuan tersebut masih mengedepankan program pro poor. Menurutnya program pro job yang bersifat partisipatoris perlu diutamakan. “Pro job secara partisipatoris diarahkan untuk memperkuat ekonomi desa dan membuka lapangan kerja,” paparnya.
Selain itu, pemerintah menurutnya perlu mendorong penguatan usaha tani dimana petani memiliki akses pada tanah kas desa, sultan grounds, dan peran lembaga semacam perhutani dan koperasi diperkuat. “Orang miskin juga sebaiknya diberi kesempatan juga berpartisipasi dalam pembangunan di desa termasuk dalam dana desa,” katanya.
Baca juga: Mengapa Marak Aksi Penculikan Anak? Ini Penjelasan dari Pakar
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.