TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Greenpeace International kembali melancarkan aksi protes damai. Sasarannya kali ini adalah White Marlin, kapal yang dikontrak Shell di Samudera Atlantik, atau tepatnya di laut sebelah utara Kepulauan Canary.
Aksi sudah dilakukan pada Selasa lalu, 31 Januari 2023. Sebanyak empat aktivis yang berasal dari Argentina, Turki, AS, dan Inggris berhasil menaiki kapal itu dan membentangkan spanduk bertulisan: Hentikan Pengeboran. Mulai Membayar. Sejatinya ada dua aktivis lain bergabung, dari Filipina dan Indonesia, tapi mereka gagal naik ke kapal angkut berat itu.
Aksi protes ditujukan kepada Shell dan industri bahan bakar fosil yang lebih luas untuk kerusakan iklim di dunia. Mereka disebutkan telah mengantar menuju kerugian dan kerusakan tanpa membayar sepeser pun.
Spanduk itu terbentang hanya dua hari sebelum pengumuman laba 2022 Shell pada Kamis, 2 Februari 2023. Aksi protes damai juga hanya beberapa minggu setelah Wael Sawan mengambil alih sebagai chief executive Shell yang baru.
Aksi Greenpeace dan Aktivis dari Indonesia
Pada pukul 08.00 (GMT) pada Selasa lalu, para pengunjuk rasa mendekati White Marlin, kapal angkut seberat 51.000 ton. Mereka bergerak dengan tiga kapal yang diluncurkan dari kapal Arctic Sunrise milik Greenpeace dan menggunakan tali untuk naik ke geladak.
Keempat aktivis tersebut: Carlos Marcelo Bariggi Amara, dari Argentina; Yakup Çetinkaya, dari Turki; Imogen Michel dari Inggris; dan Usnea Granger dari Amerika Serikat. Mereka, saat laporan aksi ini dibagikan Greenpeace 1 Februari, telah menempati kargo kapal, anjungan minyak dan gas Shell.
Anjungan itu disebutkan merupakan bagian penting dari peralatan produksi yang akan memungkinkan Shell membuka delapan sumur baru di lapangan minyak dan gas Penguins di Laut Utara. Para pengunjuk rasa membawa perbekalan yang cukup untuk menduduki peron selama berhari-hari.
Dua aktivis yang gagal naik adalah Yeb Saño dari Filipina dan Waya Pesik Maweru. Yeb Saño adalah juga Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara. Dia mendaftar sebagai sukarelawan Greenpeace International dan sekarang berada di Kapal Arctic Sunrise.
Dia menyatakan setuju Shell harus berhenti mengebor dan mulai membayar. Menurutnya, ketika Shell mengekstraksi bahan bakar fosil, hal itu menyebabkan riak kematian, kehancuran, dan pengungsian iklim di seluruh dunia, memberikan dampak terburuk pada orang-orang yang paling tidak bersalah atas krisis iklim.
“Shell dan industri bahan bakar fosil yang lebih luas membawa krisis iklim ke rumah kita, keluarga kita, bentang alam, dan lautan kita," katanya seperti dikutip dari siaran pers. Aksi-aksi pun dijanjikan digelar di laut, di rapat pemegang saham, di ruang sidang, online, dan di kantor pusat perusahaan-perusahaan itu. "Kami tidak akan berhenti sampai kami mendapatkan keadilan iklim. Kami akan membuat pencemar membayar."
Yeb menegaskan, Shell dan lainnya harus bertanggung jawab setelah selama puluhan tahun mengambil keuntungan dari ketidakadilan iklim, dan membayar kerugian dan kerusakan yang mereka timbulkan. "Kami membutuhkan transisi yang adil menuju energi yang murah, bersih, dan terbarukan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat, pekerja, dan iklim.”
White Marlin membawa unit penyimpanan dan pembongkaran produksi terapung [FPSO] untuk proyek pembangunan kembali di ladang Penguins. Platform produksi ini adalah kapal berawak baru pertama untuk Shell di Laut Utara bagian utara selama 30 tahun.
Untuk produksi puncak, proyek ini diharapkan menghasilkan setara dengan 45.000 barel minyak per hari, dan Shell telah meminta agar dapat membuka area lebih lanjut untuk eksplorasi.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.