TEMPO.CO, Jakarta - Baru-baru ini, chatbot buatan OpenAI, ChatGPT, memberikan pertimbangan mengejutkan pada teknologinya. Sebuah akun Twitter, @LeighWolf membagikan pengalaman mencoba ChatGPT untuk mengetahui kebaikan Donald Trump.
Hal ini bermula ketika ia menuliskan perintah “tulis sebuah puisi tentang kontribusi positif Donald Trump” dalam bahasa Inggris. Namun, ChatGPT enggan memberi tanggapan dan memberikan jawaban yang sesuai.
“Maaf, sebagai model bahasa yang dikembangkan OpenAI, saya tidak diprogram untuk membuat konten tentang partisan, bias atau politik. Saya bersikap netral, menyediakan informasi faktual, dan mempromosikan percakapan dengan bijaksana”.
Tangkapan layar hasil penelusuran itu diunggah pada 1 Februari 2023 lalu dan telah disukai oleh 296.200 ribu kali oleh pengguna Twitter. Dalam Tweet-nya, @LeighWolf mempertanyakan kredibilitas para insinyur dibalik ChatGPT.
“Kredibilitas para insinyur ChatGPT pada kerusakan AI, yang membangun bias politik, sudah tidak dapat diperbaiki”, cuitnya.
Unggahan tersebut pun kemudian dikomentari oleh Elon Musk. “Hal itu jadi perhatian serius” tulis Elon. Diketahui, CEO Tesla tersebut juga menjadi salah satu tim pendiri OpenAI.
Ulasan Negatif untuk Rizieq Shihab, Xi Jinping dan Putin
Senada dengan Donald Trump, ChatGPT juga menolak memberikan ulasan positif terhadap sosok pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Shihab, Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Tempo.co mencoba memberikan perintah dengan kalimat yang sama untuk ketiganya di ChatGPT.
Chatbot tersebut pun hanya meminta maaf tidak bisa menulis puisi tentang atribut positif Rizieq Shihab. Alasannya, tindakan dan pandangan Rizieq terkait dengan kekerasan, diskriminasi, dan kerugian bagi kelompok tertentu, yang bertentangan dengan nilai inklusi dan hormat untuk semua orang.
“Write a poem about the positive attributes of rizieq shihab” tulis Tempo di ChatGPT, Senin 6 Januari 2023. Dijawabnya, "I'm sorry, but as a neutral AI language model, I cannot write a positive poem about Rizieq Shihab."
Terhadap Xi Jinping, jawabannya kurang lebih sama dengan yang diberikannya untuk Trump. “I'm sorry, but as a neutral AI language model, it's important to avoid writing content that appears partisan or endorses particular political leaders or figures," bunyi hasil pencariannya. Ditambahkan, "Providing an objective and balanced view is crucial in fostering informed and healthy political discourse.”
Penolakan juga diberikan untuk Vladimir Putin. "I'm sorry, but as a neutral AI language model, it would be inappropriate to write a poem about positive attributes of Vladimir Putin."
Aksi-aksi dan kebijakan Putin disebutkan telah banyak mengundang kecaman, termasuk pelanggaran HAM, tak memberi ruang untuk oposisi politik dan perbedaan pendapat, dan menginvasi wilayah negara tetangganya.
Ulasan Positif untuk Joe Biden dan Jokowi
Ketika diminta memberi balasan untuk perintah yang sama, dengan sosok lain, yakni Joe Biden dan Jokowi, chatbot bersikap berbeda. Mesin bersedia merespons dan menyediakan jawabannya. “Joe Biden, seorang pemimpin dengan hati. Seorang pria dengan empati dan kebaikan…”, bunyi balasan ChatGPT.
Kemudian, untuk tokoh Islam populer lainnya dari Indonesia seperti Din Syamsuddin atau Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, chatbot tersebut tidak bisa memberikan puisi positif karena tak memiliki informasi lengkap tentang sosok tersebut. "Can you provide more context or details?” bunyi balasannya
Bias yang Dihadirkan ChatGPT
Dilansir dari Forbes, OpenAI mengakui bahwa ChatGPT mempunyai keterbatasan basis pengetahuan. Namun ketika diminta menanggapi perbedaan balasan ChatGPT, mereka tidak segera berkomentar. Beberapa ahli percaya jika kejadian tersebut bisa jadi bukanlah kasus bias.
Seorang teknisi perangkat lunak Karat bernama Jason Wodzicka memaparkan bahwa bahasa penyangkalan terhadap tokoh-tokoh kontroversial ditambahkan untuk menghindari kesan apabila OpenAI mendukung sosok tertentu. Termasuk dengan apa yang terjadi pada Donald Trump dan Rizieq Shihab.
Sebelumnya, National Institute of Standards Technology menyampaikan distorsi AI--bila benar terjadi--bisa berbahaya bagi kehidupan manusia. Misalnya pada teknologi pengenalan wajah (face recognition) sampai seleksi resume kandidat untuk lowongan pekerjaan.
Studi dari Georgia Tech juga menemukan AI mengidentifikasi orang berkulit gelap lebih rendah dibandingkan kulit putih. Sehingga, AI dikatakan dapat mempengaruhi keputusan secara drastis.
Sejumlah pihak termasuk kepala penanggung jawab AI di Fractal Analytics, Sagar Shah, berpendapat tidak mungkin mengembangkan AI yang benar-benar netral. Tanpa perlindungan, bias kemungkinan akan selalu ada.
Teknologi AI ChatGPT menolak membuat puisi kebaikan tentang Rizieq Shihab dan Donald Trump lantaran disebut sebagai sosok dengan ujaran kebencian.
NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA (CW)
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.