TEMPO.CO, Jakarta - Draf surat pernyataan dari sejumlah dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebar di dunia maya sejak 13 Februari 2023. Surat tersebut berisi tentang para dosen UGM yang menolak pemberian gelar profesor kehormatan kepada individu non-akademik, termasuk pejabat.
Setelah surat mengenai gelar profesor kehormatan yang disebut juga doctor honoris causa tersebut beredar, pihak UGM menyebutkan bahwa mereka akan melakukan kajian akademik terlebih dahulu.
Isu ini dapat dibahas menggunakan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi.
“Kajian ini dimaksudkan untuk mendudukkan pemberian profesor kehormatan dengan prudent, sehingga marwah UGM sebagai lembaga pendidikan tinggi tetap terjaga,” sebut Ketua Tim Kajian Regulasi Profesor Kehormatan UGM Andi Sandi Antonius pada Kamis, 16 Februari 2023.
Dosen Departemen Hukum Tata Negara UGM itu tidak menepis bahwa pemberian gelar profesor kehormatan itu memang menimbulkan polemik di antara para dosen. “Ada beragam tanggapan dari dosen Universitas Gadjah Mada,” kata dia.
Lalu sebenarnya gelar apakah yang dipermasalahkan dalam surat tersebut? Berikut adalah penjelasan mengenai doktor honoris causa.
Draft surat penolakan usulan pemberian gelar guru besar (profesor) kehormatan dari dosen UGM yang beredar di media sosial sejak Senin 13 Februari 2023. Dok.twiter
Doktor Honoris Causa
Dalam bahasa Indonesia, gelar ini disebut sebagai Doktor Kehormatan. Mengutip dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (RI) Nomor 43 Tahun 1980 tentang Pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa), doctor honoris causa merupakan gelar kesarjanaan yang bisa didapatkan seseorang dari suatu oleh perguruan tinggi atau universitas tanpa perlu mengikuti pendidikan atau lulus dari kampus tersebut sesuai gelarnya.
Perguruan tinggi yang memberikan gelar doktor kehormatan juga bukan institusi pendidikan sembarangan. Universitas ini wajib memenuhi syarat-syarat tertentu dan memiliki hak secara eksplisit untuk bisa memberikan gelar tersebut.
Doktor honoris causa yang disingkat H.C diberikan kepada orang-orang yang dianggap berjasa atau telah menciptakan karya maupun penemuan yang hebat dan berguna bagi ilmu pengetahuan dan manusia secara luas.
Syarat mendapat gelar Doktor Honoris Causa
Dilansir dari arsip.ugm.ac.id, terdapat beberapa syarat yang wajib dipenuhi guna mendapatkan gelar Doktor Kehormatan, di antaranya ialah sebagai berikut.
Pasal 2 ayat (1) dari Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1980, menyebutkan bahwa gelar kehormatan ini dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA).
Ayat selanjutnya menjelaskan, gelar tersebut diberikan sebagai tanda penghormatan bagi jasa atau karya:
1. Yang luar biasa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, dan pengajaran;
2. Yang sangat berarti bagi pengembangan pendidikan dan pengajaran dalam satu atau sekelompok bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial budaya;
3. Yang sangat bermanfaat bagi kemajuan atau kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara indonesia pada khususnya serta umat manusia pada umumnya;
4. Yang secara luar biasa mengembangkan hubungan baik dan bermanfaat antara bangsa dan negara indonesia dengan bangsa dan negara lain di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya;
5. Yang secara luar biasa menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi perkembangan perguruan tinggi.
Di sisi lain, usulan pemberian gelar profesor kehormatan ditolak oleh dosen-dosen UGM sebab profesor merupakan jabatan akademik dan bukan sembarang gelar yang bisa diperoleh siapa saja. Semua orang yang mengemban jabatan ini harus melaksanakan tugasnya untuk melanjutkan kewajiban akademik.
Pilihan Editor: Tolak Beri Gelar Kehormatan, Guru Besar UGM: Profesor Itu Diraih dengan Tertatih-tatih
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.