TEMPO.CO, Jakarta - Kebakaran Depo Pertamina Plumpang pada Jumat malam, 3 Maret 2023, membuat 1.369 warga sekitar mengungsi akibat rumah mereka ikut terbakar. Penyebab terjadinya kebakaran masih simpang siur. Ada hal yang perlu dicatat, salah satunya peristiwa alam, yaitu petir yang menyambar sebelum kejadian berlangsung.
Menurut PPSU Kelurahan Sunter Agung, Siti Chotamah, yang tinggal sekitar 500 meter dari lokasi kejadian, ia mendengar adanya petir. “Sebelum kebakaran, petir menyambar ada tiga kali, gede sekali,” ujar Siti kepada Tempo lewat pesan singkat, Sabtu.
Ketika ditanya, adakah pembicaraan antarwarga bahwa ada orang yang melihat petir menyambar ke arah depo Pertamina, menurutnya ada. “Ada. Sebelum kebakaran itu petir menyambar tangki Pertamina,” jelasnya.
Data Peneliti BRIN
Menurut Didi Satiadi, Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, BRIN, penyebab pasti dari kebakaran/ledakan tersebut perlu diselidiki lebih lanjut. Hal ini sangat penting untuk mencegah kejadian serupa terulang dan upaya mengurangi resiko di kemudian hari.
Ia menjelaskan, secara umum, ada tiga persyaratan untuk terjadinya suatu kebakaran atau ledakan. “Adanya bahan bakar, adanya zat pembakar seperti oksigen, dan adanya suatu pemicu, misalnya percikan api,” ujar Dedi, Sabtu.
Didi juga menjelaskan kemungkinan mengenai sumber berasal dari sambaran petir, seperti kesaksian warga sebelum kejadian yang dapat menjadi sebab terjadinya kebakaran. “Petir yang menyambar suatu objek yang mudah terbakar tentunya memiliki potensi untuk memicu kebakaran karena lonjakan tegangan dan arus listrik yang sangat besar dapat menyebabkan ionisasi, percikan api, atau kerusakan/kebocoran material yang selanjutnya dapat menyebabkan kebakaran,” jelasnya.
Didi memperlihat banyak contoh tangkapan layar dari berbagai dengan catatan waktu sebelum terjadinya kebakaran. Misalnya gambar curah hujan di sekitar wilayah Jakarta pada tanggal 3 Maret 2023 antara jam 12.00-13.00 UTC atau 19.00-20.00 WIB dari JAXA Global Rainfall Watch.
Dari hasil pantauan, hujan tersebut terjadi dari sekitar jam 16.00 WIB hingga 20.00 WIB walaupun tidak terlalu intens. Data merupakan hasil estimasi dari pantauan satelit, sehingga masih perlu dikonfirmasi kembali dengan data di permukaan.
“Kami tidak memantau kejadian petir secara langsung. Namun, gambar di bawah ini memperlihatkan potensi kejadian petir pada tanggal 3 Maret 2023 jam 19.40 WIB,” jelas Didi sambil memperlihatkan peta sebagian Jawa yang mencakup provinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta.
Dari data tersebut, terdapat potensi kejadian petir dengan simbol putih antara jam 19.15 WIB hingga 19.40 WIB di wilayah sekitar Jakarta. Terlihat titik putih terbanyak ada di Jakarta Utara, secara kebetulan Depo Pertamina Plumpang juga berlokasi di Jakarta Utara. Ia kembali menekankan. “Terkait petir, sebetulnya kita tidak memantau secara langsung, mungkin dari BMKG yang memantau,” kata Didi.
Ia juga menjelaskan keadaan cuaca saat kejadian berlangsung. Secara umum, wilayah Pulau Jawa pada saat ini pada umumnya masih dalam kondisi musim hujan dan juga kondisi La-Nina, sehingga cukup banyak mengandung uap air. Angin dari arah barat bertiup cukup kencang di atas Pulau Jawa dengan adanya tekanan rendah di sebelah utara Australia. Sedangkan angin Monsun Asia yang bertiup melalui Laut Cina Selatan ke arah Pulau Jawa agak sedikit tertahan oleh adanya pusaran angin di selat Karimata (Borneo Vortex).
Ia memperlihatkan gambar pertumbuhan awan pada tanggal 3 Maret 2023 jam 20.00 di wilayah sekitar Jakarta dari pantauan satelit Himawari-8. Dari gambar tersebut dapat dilihat terjadinya pertumbuhan awan di sekitar lokasi kejadian, Plumpang, yang diberi lingkaran merah, walaupun tidak terlalu kuat. Dari hasil pantauan, awan tersebut mulai tumbuh dari sekitar jam 13.00 WIB siang hari dan berlangsung hingga sekitar jam 22.00 WIB malam.
Wilayah Indonesia merupakan salah satu wilayah penghasil awan dan hujan terbesar di dunia, sehingga kejadian petir seringkali terjadi di Indonesia. Di wilayah perkotaan biasanya terjadi fenomena pulau panas perkotaan (urban heat island) yang dapat memperkuat proses konveksi dan meningkatkan potensi petir. Demikian pula lokasi Jakarta yang berada di wilayah pesisir cenderung meningkatkan proses konveksi akibat dari konvergensi angin darat/laut.
Didi memperingatkan, risiko dari bahaya petir perlu dikaji untuk keselamatan objek vital terutama yang mudah terbakar atau rentan terhadap gangguan petir. “Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko bahaya petir antara lain dengan menggunakan material yang tahan sambaran petir, memastikan dari waktu ke waktu grounding yang cukup baik, dan perlindungan dengan penangkal petir khusus yang memenuhi standar, serta mencegah adanya kebocoran bahan yang mudah terbakar,” jelasnya. Untuk menghindari bahaya kebakaran/ledakan, menurutnya, lokasi objek vital sebaiknya terpisah dan cukup jauh dari pemukiman penduduk.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.