TEMPO.CO, Jakarta - Pejuang lingkungan dari masyarakat adat Suku Awyu, Hendrikus ‘Franky’ Woro, menggugat izin lingkungan yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu Provinsi Papua untuk perusahaan sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) di Boven Digoel. Gugatan didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN) Jayapura, Senin 13 Maret 2023.
Franky merupakan pemimpin Marga Woro, bagian dari Suku Awyu. Marga Woro mendiami
Kampung Yare, Distrik Fofi, Boven Digoel. Ia mengajukan gugatan ini lantaran merasa pemerintah daerah menutup informasi tentang izin-izin PT IAL yang konsesinya akan mencaplok wilayah adat mereka.
“Kami juga tidak dilibatkan saat penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan
(Amdal),” kata Franky Woro lewat keterangan tertulis.
Dalam gugatannya, Franky Woro memohon majelis hakim untuk memerintahkan pencabutan izin kelayakan lingkungan hidup PT IAL. Dia menuturkan, izin kelayakan lingkungan hidup dikeluarkan berdasarkan Amdal yang bermasalah karena mengabaikan keberadaan masyarakat adat sebagai pemilik wilayah, dan cacat substansi karena tak disertai analisis konservasi.
"Ini bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan hilangnya hak-hak masyarakat adat,” kata Tigor Hutapea, salah satu kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Selamatkan Hutan Papua.
Penerbitan izin kelayakan lingkungan hidup PT IAL disebutkan melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyusunan Amdal, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pemberian izin untuk perusahaan sawit ini juga dinilai tak sejalan dengan janji pemerintah mengatasi perubahan iklim. Dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), pemerintah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Sementara berbagai informasi resmi menyatakan, salah satu sumber emisi terbesar Indonesia berasal dari alih fungsi lahan dan deforestasi.
Izin lingkungan PT IAL diperkirakan akan memicu deforestasi di area dengan mayoritas lahan hutan kering primer seluas 26.326 hektare. Potensi emisi karbon yang lepas jika deforestasi itu terjadi yakni setidaknya sebesar 23,08 juta ton CO2. "Ini akan menyumbang lima persen dari tingkat emisi karbon pada 2030,” kata Sekar Banjaran Aji, anggota tim kuasa hukum.
Lebih dari itu, masyarakat Suku Awyu khawatir beroperasinya perusahaan sawit akan merusak lahan dan hutan adat mereka–seperti yang terjadi di daerah lainnya di Papua. Wilayah yang masuk dalam konsesi PT IAL itu bukan cuma tempat Suku Awyu mencari sumber pangan, obat-obatan, dan penghasilan ekonomi, tapi juga habitat bagi flora dan fauna endemik Papua.
Bagi masyarakat adat, hutan juga menjadi identitas budaya dan sumber pengetahuan.
“Sudah ada sejumlah contoh hilangnya hutan-hutan adat di Papua karena pemerintah
memberikan izin untuk perkebunan sawit dan industri kayu," kata Emanuel Gobay, kuasa
hukum dari Tim Advokasi Selamatkan Hutan Adat Papua.
Perusahaan Malaysia
Laporan Greenpeace Stop Baku Tipu: Sisi Gelap Perizinan di Tanah Papua mencatat, PT IAL mengantongi izin lokasi perkebunan kelapa sawit seluas 39.190 hektare sejak 2017.
Perusahaan ini diduga dikendalikan oleh perusahaan asal Malaysia All Asian Agro, yang juga memiliki perkebunan sawit di Sabah di bawah bendera perusahaan East West One.
PT IAL memperolehnya dari PT Energy Samudera Kencana, anak perusahaan Menara Group yang sempat bakal menggarap Proyek Tanah Merah di Boven Digoel.
Upaya masyarakat Suku Awyu mencari informasi sudah berlangsung sejak awal tahun lalu.
Franky bersama komunitas Cinta Tanah Adat–komunitas paralegal yang beranggotakan warga Suku Awyu–telah meminta penjelasan dari sejumlah dinas, baik di Kabupaten Boven Digoel maupun Provinsi Papua. Pada Juli 2022, Franky menyampaikan permohonan informasi publik untuk mengetahui perizinan PT IAL.
Dinas Penanaman Modal dan PTSP Provinsi Papua tak memberikan informasi yang diminta, tapi malah mensyaratkan sejumlah dokumen yang memberatkan pemohon. Franky lalu menggugat Dinas Penanaman Modal dan PTSP ke Komisi Informasi Publik Provinsi Papua namun tak berhasil.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.