TEMPO.CO, Bandung - Dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin atau RSHS Bandung, Djatnika Setiabudi mengatakan, serum anti-difteri sekarang ini cukup langka. Karena itu peredaran serum untuk penyakit difteri di seluruh Indonesia itu terbatas. ”Tidak benar kalau hanya ada di RSHS sehingga pasien dari daerah dirujuk ke sini,” ujarnya, Kamis, 16 Maret 2023.
Menurutnya, rumah sakit daerah bisa menangani pasien difteri. Penyakit yang menular dari droplet, percikan napas waktu bicara, batuk, atau bersin, itu disebutnya tidak memerlukan ruang isolasi bertekanan udara negatif. Prinsipnya, pasien difteri harus diisolasi di kamar sendirian, terkecuali jika kasusnya banyak dan ruangan rumah sakit terbatas, “Boleh disatukan asal sesama pasien difteri,” kata Djatnika.
Penanganan lainnya yaitu pasien difteri harus diberikan serum antidifteri dalam kurun 72 jam sejak sakit. Tujuannya untuk menghambat toksin agar tidak sampai menyerang ke organ jantung atau saraf. Sebelum memberikan serum, kata Djatnika, dokter harus melakukan uji kulit (skin test). “Supaya kalau ada alergi, pemberian serumnya secara bertahap tapi dalam satu kali periode,” ujarnya.
Dosis serum yang diberikan sesuai dengan kondisi penyakit difteri pada pasien, dan lama sakitnya. Umumnya jika sakit pasien sudah lebih dari 72 jam, dosis serum minimal 80 ribu unit. Sedangkan jika sudah terjadi komplikasi, biasanya pemberian serum sampai 100 ribu unit.
Selain itu, pasien juga diberikan antibiotik dalam 10-14 hari karena penyakitnya diakibatkan oleh bakteri. Adapun pendukungnya seperti obat panas jika ada demam, atau tindakan tracheostomy. “Diberi lubang trakea (batang tenggorokan) supaya udara bisa masuk karena tersumbat difteri,” kata Djatnika.
Dia menuturkan, toleransi kematian kasus difteri sampai 10 persen. Penyebab kematian yang paling sering terjadi pada anak-anak yang tidak diimunisasi sama sekali. Faktor kedua yaitu waktu pertolongan yang sudah lebih dari 72 jam. "Faktor ketiga jika sudah ada komplikasi saluran napas dan jantung," katanya menambahkan.
Kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri di Jawa Barat tercatat sebanyak 55 suspek dengan konfirmasi positif 13 orang hingga Februari 2023. Laporan terbanyak dari Kabupaten Garut dengan jumlah kasus 33 orang suspek dan terkonfirmasi positif 13 orang. “Kasus meninggal difteri kita laporkan 9 orang dari KLB kemarin,” kata Ketua Tim Kerja Surveilens dan Imunisasi Dinas Kesehatan Jawa Barat, Dewi Ambarwati, Rabu, 15 Maret 2023.
Pilihan Editor: Datanya Dibobol Bjorka, BPJS Malah Dipuji Pakar
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.