TEMPO.CO, Solo - Biomarker sitokin dan kemokin dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi laten tuberkulosis (ILTB) sehingga dapat segera diberikan pengobatan yang tepat. ILTB adalah keadaan saat sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri penyebab TB, Mycobacterium tuberculosis, dari tubuh secara sempurna tetapi mampu mengendalikannya sehingga tidak timbul gejala sakit.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Reviono, dan dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi paru Bobby Singh mengungkap itu dalam buku terbaru mereka. Buku berjudul Sitokin dan Kemokin: Biomarker Tuberkulosis Laten itu meluncur di UNS Inn, Minggu, 19 Maret 2023.
"Peluncuran buku Tuberkulosis ini salah satu bentuk produk dari Program S-3 Ilmu Kedokteran UNS, juga dalam rangka memperingati Hari TB Sedunia sekaligus Dies Natalis ke-47 UNS tahun ini," ujar Reviono dalam konferensi pers peluncuran buku, Minggu siang.
Mereka memaparkan sejumlah permasalahan seputar penanganan penderita TB aktif atau ada yang mengenal sebagai TBC. Salah satu penyakit infeksi tertua di peradaban manusia ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia, termasuk di Indonesia.
Penyebab penyakit TB sudah diketahui oleh Robert Koh yaitu Mycobacterium tuberculosis pada 24 Maret 1882 atau 141 tahun yang lalu. Setiap 24 Maret kemudian diperingati sebagai Hari TB Sedunia. Meskipun hampir 1,5 abad penyebab penyakit TB ini sudah diketahui dan obatnya pun juga sudah ditemukan sekitar tahun 1940-an, tetapi sampai saat ini TB masih menjadi masalah di dunia.
Tema Hari TB Sedunia yang diangkat pada tahun ini pun menjadi relevan, yaitu 'Ayo Bersama Akhiri TB, Indonesia Bisa'. Indonesia saat ini menempati peringkat kedua dunia dengan beban kasus terbanyak setelah India yaitu 312/100.000 penduduk sedangkan angka kematian mencapai 34/100.000 penduduk.
Guru Besar Fakultas Kedokteran UNS Solo, Reviono (kiri), dan dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi, Bobby Singh, menunjukkan buku tentang infeksi laten tuberkulosis yang mereka luncurkan, Minggu 19 Maret 2023. (TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE)
"Saat ini WHO telah menetapkan eliminasi TB sampai 2030 dengan menurunkan jumlah kasus 80 persen dan jumlah kematian 90 persen," kata Reviono sambil menambahkan, pada 2015, target program penanggulangan TB nasional adalah eliminasi TB 2035 dan bebas TB pada 2050.
Eliminasi TB yang dimaksud adalah tercapainya cakupan kasus TB sebanyak 1 kasus per 1 juta penduduk. Hambatan yang harus dihadapi untuk target eliminasi itu adalah: resistensi obat antiTB, tidak semua penderita TB mau diobati, kepatuhan minum obat, infeksi TB laten, ataupun ILTB yang akan bermanifes terjadi TB aktif sehingga menjadi sumber penularan.
Baca halaman berikutnya: Infeksi laten TB dan kendala alat diagnostik