TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan pemburu aurora di sekitar kutub menyebutkan jika ingin melihat pemandangan yang terbaik, adalah datang sekitar waktu equinox. Equinox adalah salah satu fenomena astronomi di mana Matahari melintasi garis khatulistiwa dan secara periodik berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu pada 21 Maret dan 23 September. Bagi warga yang tinggal di sekitar garis khatulistiwa akan merasakan suhu udara bertambah panas.
Sains mendukung pendapat ini, sebab data menunjukkan bahwa aurora memuncak jumlahnya di sekitar dua equinox. Namun, aurora akan menurun sekitar bulan Juni dan Desember, saat Matahari berada di titik balik. Matahari yang tidak terikat pada rotasi Bumi membuat para ilmuwan mencoba memahami hubungan antara badai geomagnetik - dan aurora yang dihasilkan - dengan kalender.
Saat ini, jawaban paling umum karena adanya penyelarasan medan magnet Bumi. Untuk diketahui, kutub magnet Bumi tidak sama dengan kutub geografisnya, mereka tetap miring terhadap Matahari. Dua kali setahun, di sekitar waktu equinoks, orbit Bumi kemudian membawa medan miring ini ke posisi utama untuk menerima partikel bermuatan yang menyebabkan aurora.
Para ilmuwan yakin aurora berasal dari angin Matahari dan 'embusannya', seperti semburan Matahari dan lontaran massa koronal. Partikel bermuatan mengalir menjauh dari Matahari dan menyapu Bumi, yang medan magnetnya menariknya ke garis lintang tinggi. Partikel-partikel berenergi tinggi ini menabrak dan menggairahkan atom-atom di atmosfer bagian atas Bumi, menciptakan tampilan terang yang mengalir melintasi langit.
Aurora merupakan salah satu aspek dari prahara yang dihasilkan oleh partikel-partikel ini saat bertiup di atas Bumi. Badai geomagnetik melonjak baik dari sisi kekuatan dan jumlah terjadi dua kali setahun, dan kebetulan di sekitar equinox. Menurut data dari British Geological Survey, rata-rata, badai magnet yang cukup besar terjadi hampir dua kali lebih banyak hari di bulan Maret daripada di bulan Juni atau Juli.
Efek Russell-McPherron
Pada tahun 1973, ahli geofisika Christopher Russell dan Robert McPherron mengusulkan apa yang akan menjadi penjelasan yang paling diterima tentang mengapa Bumi mengalami lebih banyak aktivitas magnet pada saat-saat sekitar waktu equinox. Para ilmuwan kemudian menyebutnya efek Russell-McPherron.
Russell dan McPherron menyatakan bahwa jawabannya terletak pada bagaimana Matahari dan masing-masing medan magnet Bumi bertemu satu sama lain. Kemiringan medan magnet Bumi berarti sebagian besar tidak sejajar. Saat angin Matahari melintasi Bumi, disjungsi membelokkan sebagian besar darinya menjauh dari planet.
Mereka melihat apa yang oleh para ilmuwan disebut komponen azimut medan: Arah yang, dari perspektif Bumi, naik dan turun melalui kutub planet. Saat Bumi mendekati equinox di orbitnya, komponen azimut Bumi sejajar dengan komponen Matahari.
Dengan sendirinya, penyelarasan ini tidak akan membuka Bumi terhadap angin Matahari. Namun, kedua medan magnet itu akhirnya mengarah ke arah yang berlawanan. Hasilnya dipandu oleh fisika yang mirip dengan yang menyebabkan ujung dua magnet batang yang berlawanan sejajar. Di sekitar waktu equinox, lebih banyak angin Matahari yang melewatinya, menghasilkan aktivitas geomagnetik yang lebih kuat yang membuat aurora yang lebih cemerlang.
Efek Russell-McPherron adalah penjelasan paling populer di kalangan ilmuwan, tetapi mungkin bukan satu-satunya penyebab. Juga diketahui bahwa, pada saat equinox, kutub magnet Bumi jatuh ke sudut yang tepat terhadap arah aliran angin Matahari, membuat angin Matahari lebih kuat. Ilmuwan menyebut ini sebagai efek ekuinoktial.
Masih banyak ilmuwan yang ragu mengenai penyebab persis kehadiran aurora. Mereka tidak yakin apa yang sebenarnya terjadi antara angin Matahari dan medan magnet Bumi untuk memicunya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.