Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Gelar Doktor di India Tak Wajib Publikasi Makalah, Tekan Praktik Jurnal Predator

image-gnews
Ilustrasi mahasiswa wisuda. shutterstock.com
Ilustrasi mahasiswa wisuda. shutterstock.com
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Regulator pendidikan tinggi India telah menghapus syarat kandidat doktor mengirim artikel ke jurnal yang ditinjau oleh rekan sejawat sebelum mendapatkan gelar PhD. Ini adalah bagian dari revisi signifikan terhadap kriteria mereka yang eligible, penerimaan, dan proses evaluasi untuk gelar doktoral di negara itu. 

Sebelumnya, setiap kandidat PhD diwajibkan oleh University Grants Commission (UGC), regulator, mempresentasikan dua makalah di konferensi atau seminar dan menerbitkan setidaknya satu di antaranya untuk bisa mengajukan tesis. Dalam revisi regulasi yang mengatur persyaratan minimum dan prosedur pemberian gelar PhD yang dirilis 7 November lalu, kandidat tak perlu lagi melakukan publikasi itu. 

Menurut Indian Institutes of Technology, kampus terkemuka di India di mana tak pernah ada syarat publikasi untuk PhD, UGC mengantisipasi penghapusan syarat wajib itu akan berdampak lingkungan riset yang kurang kompetitif bagi mahasiswa dan universitas. Karenanya, Ketua UGC Mamidala Jagadesh Kumar telah berupaya meredam kekhawatiran akan menurunnya kualitas riset.

Disebutkan, meski tak ada lagi syarat wajib itu, riset kualitas tinggi akan berujung ke publikasi di jurnal-jurnal bergengsi. "Saat lulusannya mengajukan diri untuk posisi post-doctoral ataau pekerjaan tertentu, itu akan berguna," katanya. 



Cemas Kualitas Riset di Bawah Standar

Beberapa akademisi mencatat bahwa menghapus syarat wajib publikasi jurnal justru sesuai dengan standar internasional. Menerbitkan makalah sebelum mendapatkan gelar PhD memang tidak diwajibkan di sebagian besar negara. Tetapi, hal itu dianggap perlu bagi setiap peneliti yang kompeten.

Beberapa akademisi dan mahasiswa juga percaya bahwa perubahan ini akan mengakhiri praktik para peneliti yang membayar agar makalah mereka bisa diterbitkan di jurnal-jurnal yang di bawah standar dan diduga jurnal 'predator'. Istilah yang terakhir dikenal juga sebagai 'cash for trash'. 

Belum lama ini terungkap kalau secara periodik India adalah satu dari antara konsumen terbesar jurnal-jurnal seperti itu di dunia. Sebuah studi 2018 oleh Profesor Bhushan Patwardhan dari University of Prune mengungkapkan bahwa 88 persen dari daftar jurnal yang direkomendasikan oleh universitas dan disetujui oleh UGC berada di bawah standar atau 'meragukan'.

Sebuah studi yang lebih baru dari UGC melaporkan bahwa wajib publikasi tidak efektif menjaga standar kualitas penelitian akademis. Studi itu menemukan, dari 2.573 peneliti di IIT dan seluruh perguruan tinggi negeri lain di India, sekitar 75 persen pengajuan tesis tidak diterima di jurnal bergengsi dan terindeks Scopus.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, sebagian akademisi lainnya berpendapat bahwa publikasi dan kutipan di jurnal menentukan reputasi si peneliti dan universitas. Selain itu, pendanaan juga bergantung kepada metrik publikasi dan kutipan itu. Tanpa adanya syarat wajib itu, pembimbing doktoral dan komite penasihat penelitian universitas yang sekarang bertanggung jawab untuk mendorong para peneliti menerbitkan makalah di publikasi bereputasi.

Dengan aturan seperti itu, mantan anggota Dewan Eksekutif Universitas Delhi, Rajesh Jha, mempertanyakan bagaimana bisa meningkatkan kualitas PhD. Dia menyatakan bahwa UGC telah “mengizinkan kelas online untuk praktik” dan “menghapus periode residensi juga”, yang mana keduanya dianggapnya berpotensi menurunkan standar.



Kriteria Baru Penerimaan Mahasiswa Doktoral

UGC juga mengumumkan modifikasi persyaratan untuk penerimaan serta pengenalan program PhD paruh waktu yang ditargetkan untuk pekerja. Selain itu, UGC mengubah peraturan untuk menerima siapa pun yang menerima gelar sarjana empat tahun untuk mendaftar PhD.

Berdasarkan peraturan baru, siapa pun yang telah menyelesaikan program sarjana empat tahun dengan nilai kumulatif minimum 75 persen atau setara dapat mendaftar untuk gelar PhD. Sebelumnya, kandidat untuk gelar doktor membutuhkan gelar magister dengan rata-rata keseluruhan setidaknya 55 persen. 

Akademisi memperingatkan bahwa opsi untuk mengejar gelar PhD segera setelah mendapatkan gelar sarjana empat tahun dapat meningkatkan jumlah peneliti yang membutuhkan bimbingan. Menurut laporan terbaru dari All India Survey on Higher Education, jumlah kandidat PhD yang terdaftar di India meningkat dari 126.451 pada 2015-16 menjadi 202.550 pada 2019-20.

THE KNOWLEDGE REVIEW

Baca juga:
Tragedi Sirup Obat Batuk di Gambia Ungkap Sisi Buruk Industri Farmasi di India

 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pemilu India Dimulai, Narendra Modi Incar Masa Jabatan Ketiga yang Bersejarah

6 jam lalu

Seorang pria memberikan suaranya di tempat pemungutan suara di desa Nongriat, selama tahap pertama pemilu, di Shillong di negara bagian Meghalaya, India, 19 April 2024. REUTERS/Adnan Abidi
Pemilu India Dimulai, Narendra Modi Incar Masa Jabatan Ketiga yang Bersejarah

Jika menang, Narendra Modi akan menjadi perdana menteri kedua yang terpilih tiga kali berturut-turut, setelah Jawaharlal Nehru.


Sidang Promosi Doktor Ignatius Haryanto, Teliti Transformasi Digital Kompas dan Tempo

6 jam lalu

Sidang promosi doktor Ignatius Haryanto Djoewanto atas disertasi berjudul Disrupsi Digital, Journalistic Field (Arena Jurnalistik), dan Transformative Capital Kompas dan Tempo (1995-2020), di FISIP UI, Jumat, 20 April 2024. TEMPO/Intan Setiawanty
Sidang Promosi Doktor Ignatius Haryanto, Teliti Transformasi Digital Kompas dan Tempo

Ignatius Haryanto berharap disertasinya ini dapat memberikan masukan kepada para jurnalis dan media.


Rumah Aktor Bollywood Salman Khan Diberondong Peluru Gangster, Sebelumnya Terima Ancaman Pembunuhan

9 jam lalu

Salman Khan. AP
Rumah Aktor Bollywood Salman Khan Diberondong Peluru Gangster, Sebelumnya Terima Ancaman Pembunuhan

Dua lelaki memberondong rumah aktor India Salman Khan di daerah Mumbai Bandra, belum lama ini. Bintang Bollywood ini pernah dapat ancaman pembunuhan.


Vivo T3x 5G Resmi Diluncurkan di India, Ini Spesifikasinya

1 hari lalu

vivo ekspansi bisnis ke 6 negara Eropa.
Vivo T3x 5G Resmi Diluncurkan di India, Ini Spesifikasinya

Vivo T3x 5G ditenagai chipset Qualcomm Snapdragon 6 Gen 1.


Profil Universitas Malaysia Terengganu yang Dosennya Diduga Dicatut Kumba Digdowiseiso

2 hari lalu

Dekan Universitas Nasional Kumba Digdowiseiso. Foto : UNAS
Profil Universitas Malaysia Terengganu yang Dosennya Diduga Dicatut Kumba Digdowiseiso

Dalam satu tahun Kumba Digdowiseiso dapat menghasilkan 160 artikel ilmiah terindeks Scopus.


Respons Joe Biden, Rusia, dan Cina Pasca Serangan Iran ke Israel

3 hari lalu

Sistem anti-rudal beroperasi setelah Iran meluncurkan drone dan rudal ke arah Israel, seperti yang terlihat dari Ashkelon, Israel 14 April 2024. REUTERS/Amir Cohen
Respons Joe Biden, Rusia, dan Cina Pasca Serangan Iran ke Israel

Serangan Iran yang diluncurkan ke Israel menuai respons dari berbagai pihak termasuk Presiden AS Joe Biden, Rusia, dan Cina.


Dekan Unas Dituduh Catut Nama Dosen UMT di Jurnal, Pahami Perbedaan Jurnal SINTA dan Jurnal Scopus

3 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Dekan Unas Dituduh Catut Nama Dosen UMT di Jurnal, Pahami Perbedaan Jurnal SINTA dan Jurnal Scopus

Meskipun jurnal SINTA dan Scopus memiliki peran yang penting dalam mendukung penelitian ilmiah, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.


Dekan Unas Dituding Catut Nama Dosen UMT di Publikasi Jurnal Scopus, Kenali Jurnal Terindeks Scopus

4 hari lalu

Dekan Universitas Nasional Kumba Digdowiseiso. Foto : UNAS
Dekan Unas Dituding Catut Nama Dosen UMT di Publikasi Jurnal Scopus, Kenali Jurnal Terindeks Scopus

Dekan Unas Kumba Digdowiseiso dituduh catut nama dosen UMT di jurnal scorpus. Ini penjelasan soal jurnal terindeks scorpus.


Dosen Malaysia Tuding Guru Besar Unas, Ini Dampak Penggunaan Jurnal Predator

4 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Dosen Malaysia Tuding Guru Besar Unas, Ini Dampak Penggunaan Jurnal Predator

Publikasi berorientasi profit ini sering dikenal sebagai jurnal predator.


Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Guru Besar Unas Dituding Gunakan Jurnal Predator, Prakiraan Cuaca BMKG, WhatsApp Dikecam

4 hari lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Guru Besar Unas Dituding Gunakan Jurnal Predator, Prakiraan Cuaca BMKG, WhatsApp Dikecam

Topik tentang Guru Besar Unas dituding menggunakan jurnal predator dan mengenal jurnal Scopus menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.