TEMPO.CO, Jakarta - Nunuk Riza Puji, guru di SMA 1 Petungkriono, Pekalongan, mengenang kembali pengalamannya ketika mengajar Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tanpa ada lab komputer di sekolahnya. Sekolah yang berada pada ketinggian 1.900 meter di atas permukaan laut, dibutuhkan waktu dua jam agar Nunuk bisa sampai ke sekolahnya.
Pada 2016, saat pertama kali menjadi guru di sana, Nunuk mesti memutar otak agar anak-anak bisa tetap belajar sekalipun dengan fasilitas yang minim. Bermodalkan satu laptop yang dia punya, Nunuk mengalihkan pembelajaran tak melulu menggunakan komputer jinjing. Dari dua jam durasi pelajaran TIK, satu jamnya Nunuk gunakan di luar kelas. Dia memanfaatkan kebun sekolah untuk belajar.
Para siswa diajak belajar di lahan tidur yang tidak tergarap, sekaligus membersihkan lahan tersebut dari ilalang. Di sana, Nunuk memancing ide siswa dengan memberikan pertanyaan apa yang akan mereka tanam di lahan tersebut.
“Dari pertanyaan tadi, saya baru melihat bahwa murid saya bukan murid yang malas. Murid saya itu murid yang aktif asal sesuai dengan bidangnya,” ungkapnya saat ditemui Tempo pada Maret lalu.
Nunuk kembali melontarkan pertanyaan pemantik bagaimana cara menanam stroberi. Siswa diberi kesempatan mencari jawaban dalam waktu 30 menit. Ada murid ke perpustakaan untuk mencari informasi, ada yang mencari tahu informasi di internet menggunakan WiFi sekolah, dan ada yang bertanya pada guru biologi.
Bahkan, kata dia, ada satu murid yang berinisiatif untuk bertanya pada penjaga sekolah. Namun, hanya dua murid yang berhasil menemukan cara menanam stroberi yang benar yaitu murid yang mencari jawaban di internet dan murid yang bertanya pada penjaga sekolah
“Ternyata, penjaga sekolah bisa jadi sumber belajar di mata pelajaran TIK. Belum pernah saya merasakan gurunya jadi banyak. Selama ini pelajaran TIK gurunya, ya, saya,” ucap Nunuk.
Setelah mendapat jawaban, siswa diminta untuk mengetik hasil informasi di laptop secara berkelompok. Dari situlah mereka belajar menggunakan komputer. Ide mengajar secara kreatif itu dilakukan setelah menghadiri Temu Pendidik Nusantara yang dilaksanakan oleh Yayasan Guru Belajar. Saat itu, dia terinspirasi oleh pendidik lain yang menerapkan metode pembelajaran di luar ruang kelas.
“Saya memanfaatkan kekuatan itu. Anak-anak saya terbiasa di lapangan. Yang kedua, saya punya keterbatasan, tidak ada lab komputer,” ujarnya.
Cerita Nunuk dengan ide kreatifnya mengajar sempat muncul di berbagai media pada 2017. Setelah mendapat sorotan, SMAN 1 Petungkriyono akhirnya mempunyai lab komputer pada 2019.
“Saya ingin anak-anak saya tidak cuma mengerti cara menggunakan komputer, tapi juga bagaimana memanfaatkan teknologi komputer ke luar dan di kurikulum yang sekarang, mata pelajaran informatika memang mendorong untuk ke sana,” lanjutnya.
Di Kurikulum Merdeka, mata pelajaran TIK disebut Informatika. Menurut Nunuk, materi Informatika di kurikulum terbaru ini dapat diajarkan tanpa memerlukan komputer. Contohnya adalah materi computational thinking tentang bagaimana berpikir ala komputer.
Mata pelajaran ini juga tidak diharuskan untuk diajar oleh guru dengan latar belakang teknik komputer, karena materinya lebih mengarah ke literasi digital secara umum. “Kalau saya memaknainya di kurikulum sekarang Informatika cuma jembatan untuk melatih anak-anak berkomunikasi, berpikir kritis, berkolaborasi, dan berkreasi,” ungkapnya.
Pilihan Editor: UI Terima 2.049 Mahasiswa Baru Jalur SNBP, Kedokteran dan Hukum Jadi Prodi Favorit