Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pemanasan Global Sudah 1,1 Derajat, Peran Filantropis dan Yayasan Digugah

image-gnews
Sejumlah pelajar mengamati replika kondisi bumi akibat pemanasan global dalam Green Festival di Jakarta, (5/12). Kampanye lingkungan hidup ini akan berlangsung hingga hari Minggu besok. ANTARA/Puspa Perwitasari
Sejumlah pelajar mengamati replika kondisi bumi akibat pemanasan global dalam Green Festival di Jakarta, (5/12). Kampanye lingkungan hidup ini akan berlangsung hingga hari Minggu besok. ANTARA/Puspa Perwitasari
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) baru-baru ini menerbitkan Laporan Sintesis atas Laporan Penilaian Keenam. Laporan tersebut memperingatkan bahwa pemanasan global di abad ini telah sampai 1,1 derajat Celsius dan bisa melewati batas 1,5 derajat jika tidak ada penurunan emisi gas rumah kaca yang drastis.

Menurut Riki Frindos, Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, laporan IPCC itu memperjelas bahwa perlu tindakan segera dan nyata untuk melakukan perubahan apapun dalam mengurangi krisis iklim. "Salah satu caranya adalah memperkuat regulasi yang akan mendorong terobosan-terobosan yang signifikan,” kata dia.

Masalahnya, di Indonesia, penyebaran pengetahuan tentang lingkungan dan perubahan iklim tidak merata. Ini ikut menghambat beberapa upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Hal itu meski pemerintahnya sudah menerbitkan kerangka aturan seperti Nationally Determined Contribution (NDC) dan Net Zero Emission untuk 2045. 

Berdasarkan penelitian dari Yale Program on Climate Change Communication, sebanyak dua pertiga dari 1.178 responden Indonesia menyatakan hanya tahu sedikit tentang perubahan iklim. Bahkan ada yang mengaku belum pernah mendengar.

Di kalangan filantropis, dampak perubahan iklim juga belum menjadi isu yang utama. Tercatat berdasarkan Filantropi Indonesia 2022, hanya 19 persen di Indonesia yang telah menjalankan program terkait iklim. Mayoritas memilih mendukung bidang kesehatan dan pendidikan.

Padahal, filantropi dan yayasan adalah salah satu kelompok pemangku kepentingan utama yang dapat memperkuat pesan tentang risiko perubahan iklim. Filantropi memainkan peran penting dalam respons dunia terhadap perubahan iklim dengan menargetkan geografi, industri, dan masyarakat tertentu yang paling membutuhkan dukungan.

“Lembaga filantropi perlu memprioritaskan program dan kegiatan terkait krisis iklim, serta mengambil peran dalam mengatasi dampak perubahan iklim,” kata Guntur Sutiyono, Indonesia Country Lead Climateworks Center.

Filantropis, Guntur menambahkan, perlu menjadi bagian dari momentum perubahan iklim dan membangun pengetahuan tentang apa itu perubahan iklim, risiko iklim apa yang mereka hadapi, dan apa relevansi perubahan iklim dengan program mereka yang ada.

Salah satu jaringan filantropi Indonesia, Perhimpunan Filantropi Indonesia, mengaku memahami urgensi iklim tersebut dan pembentukan klaster filantropi lingkungan dan konservasi sebagai jangkar kegiatan mitigasi dan adaptasi iklim. Klaster ini mengakomodasi yayasan yang tertarik untuk memanfaatkan kolaborasi aksi iklim di antara para anggotanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Kami juga menyediakan forum diskusi bagi para penggiat lingkungan untuk dapat memberikan ide-ide dalam pelestarian lingkungan," kata Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Yayasan Belantara dan Koordinator Klaster Lingkungan dan Konservasi Filantropi Indonesia. 

Dia menambahkan, kegiatan seperti peningkatan kapasitas dan pendampingan teknis bagi staf lembaga tentang pengetahuan perubahan iklim telah dan akan dilakukan secara berkala. "Dengan menciptakan ruang untuk dialog terbuka akan meningkatkan peluang bagi anggota klaster untuk mengembangkan kapasitas dan pengertian seputar visi mereka untuk aksi iklim."

Namun Dolly juga menekankan bahwa perubahan iklim adalah isu lintas sektoral. Internalisasi strategi aksi iklim sangat penting bagi filantropi yang bergerak tidak hanya di bidang lingkungan atau konservasi, tetapi juga di bidang lain, seperti kesehatan, pendidikan, pemberdayaan kelompok terpinggirkan, dan pembangunan ekonomi lokal. 

Pencapaian dalam mengatasi dampak perubahan iklim dinilainya membutuhkan partisipasi semua pemangku kepentingan dengan mengejar kreasi dan kolaborasi multi-stakeholder. "Dalam dekade ini, aksi kolektif menjadi sangat penting untuk menjadi motor penggerak antar pemangku kepentingan untuk saling melengkapi dan mempercepat pencapaian agenda bersama terkait perubahan iklim."

Pilihan Editor: Elon Musk Ubah Logo Twitter dari Burung Biru Jadi Dogecoin, Ada Apa?


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

6 jam lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.


5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

9 jam lalu

Mobil melewati jalan yang banjir saat hujan badai di Dubai, Uni Emirat Arab, 16 April 2024. REUTERS/Abdel Hadi Ramahi
5 Hal Banjir Dubai, Operasional Bandara Terganggu hingga Lumpuhnya Pusat Perbelanjaan

Dubai kebanjiran setelah hujan lebat melanda Uni Emirat Arab


Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

20 jam lalu

Mobil terjebak di jalan yang banjir setelah hujan badai melanda Dubai, di Dubai, Uni Emirat Arab, 17 April 2024. REUTERS/Rula Rouhana
Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

Dubai terdampak badai yang langka terjadi di wilayahnya pada Selasa lalu, 16 April 2024.


Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

5 hari lalu

Anomali suhu udara permukaan untuk Maret 2024. Copernicus Climate Change Service/ECMWF
Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.


Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

11 hari lalu

Seseorang memegang gambar aktivis iklim Greta Thunberg ketika para aktivis menandai dimulainya Pekan Iklim di New York selama demonstrasi yang menyerukan pemerintah AS untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim dan menolak penggunaan bahan bakar fosil di New York City, New York, AS, 17 September 2023. REUTERS/Eduardo Munoz
Aktivis Greta Thunberg Ditangkap Dua Kali Saat Unjuk Rasa di Belanda

Aktivis Greta Thunberg ditangkap lagi setelah dibebaskan dalam unjuk rasa menentang subsidi bahan bakar minyak.


Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

14 hari lalu

Ilustrasi hujan. REUTERS
Curah Hujan Tinggi di Bogor, Ahli Meteorologi IPB Ungkap Fakta Ini

Setidaknya ada tiga faktor utama yang menyebabkan curah hujan di Kota Bogor selalu tinggi. Namun bukan hujan pemicu seringnya bencana di wilayah ini.


Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

18 hari lalu

Billy Joe Armstrong dari Green Day tampil membawakan lagu
Green Day akan Tampil di Panggung Konser Iklim

Grup musik punk Green Day akan tampil dalam konser iklim global yang didukung oleh PBB di San Francisco


Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

23 hari lalu

Warga beraktivitas di pinggir Waduk Cacaban, Kedung Banteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa, 11 September 2018. Akibat musim kemarau tahun ini, volume air di salah satu waduk penyuplai di wilayah Pantura itu menyusut hingga lebih dari puluhan meter sehingga mengancam kekeringan, terutama persawahan di sejumlah wilayah itu. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

Fenomena penguapan air dari tanah akan menggerus sumber daya air di masyarakat. Rawan terjadi saat kemarau.


Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

23 hari lalu

Ilustrasi kekeringan: Warga berjalan di sawah yang kering akibat kemarau di Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Fauzan/ama.
Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

Jakarta dan Banten diperkirakan memasuki musim kemarau mulai Juni mendatang, dan puncaknya pada Agustus. Sedikit mundur karena anomali iklim.


Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

29 hari lalu

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengecek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, Senin (18/3/2024), yang direncanakan menjadi lokasi upacara HUT Ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. ANTARA/HO-Biro Humas Setjen Kemhan RI.
Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.