TEMPO.CO, Jakarta - Siapa yang sangka jika Anthony Fokker yang merupakan seorang tokoh pembuat pesawat tempur, Fokker D VII yang menjadi andalan Jerman selama Perang Dunia I (PD I) lahir di Blitar, Indonesia.
Dikutip dari Britannica, Anthony Fokker yang memiliki nama lengkap Anthony Herman Gerard Fokker lahir di Blitar pada 6 April 1890. Ia berasal dari keluarga pengusaha perkebunan. Ayahnya seorang pemilik perkebunan kopi, dan hasil panennya menjadi barang ekspor bernilai tinggi ke sejumlah negara Eropa.
Meskipun Anthony Fokker lahir di Blitar, namun ia hanya tinggal di Indonesia sampai dengan usia empat tahun. Keputusan keluarganya untuk pulang dan menetap di Harlem, Belanda, membuatnya meninggalkan tempat kelahirannya.
Sebagai seorang remaja, Anthony Fokker telah berkembang menjadi perancang dan pembangun yang cerdas. Orang tuanya mengizinkannya pergi ke Jerman untuk belajar desain dan pembuatan mobil. Selama di Jerman, Anthony terpesona dengan mesin terbang yang saat itu baru dikembangkan.
Pada 1910 di usianya yang ke 20 tahun, Anthony Fokker membuat pesawat pertamanya dan belajar sendiri untuk menerbangkannya. Pesawat pertamanya bernama de Spin atau si Laba-laba berhasil dia buat, namun saat melakukan uji coba penerbangan, pesawatnya itu hancur menabrak pohon. Setahun berikutnya, de Spin II rampung dibuat. Sama seperti de Spin I, nasib de Spin versi kedua ini juga hancur akibat jatuh pada Mei 1911.
Sebelum mulai membuat de Spin III, Fokker lebih dulu mendirikan perusahaan Fokker Aeroplane Bau dan sekolah penerbangan pada 1912. Pada 1912 ia mendirikan pabrik pesawat kecil di Johannisthal, dekat Berlin. Dikutip dari New Netherland Institute, pada awal Perang Dunia I, pesawat Fokker langsung diminati dan dengan cepat Korps Udara Jerman menjadi pelanggan terbesarnya. Pemerintah Jerman memaksa perusahaan industri besar Junkers untuk bekerja dengan Fokker dalam pembangunan desain Fokker. Keberhasilan Korps Udara Jerman dalam Perang Dunia Pertama memaksa perhatian semua pemerintah akan pentingnya pesawat sebagai bagian dari pertahanan negara mereka.
Sejak saat itu, nama Fokker kian tenar. Karena terikat kontrak militer Jerman, dia mulai merancang kapal perang untuk Angkatan Udara Jerman. Hasilnya ada 700 pesawat yang dibuat khusus untuk Perang Dunia I. Selain membuat pesawat, Fokker juga ahli menerbangkan pesawat. Karena itu dia kerap melakukan demonstrasi terbang, seperti dilansir dari The Famous People.
Setelah perang, Fokker dapat pindah dari Jerman, yang sekarang tidak lagi menjanjikan secara ekonomi atau industri. Ia dapat memindahkan sebagian besar peralatan dan inventaris pembuatan pesawatnya dari Jerman ke Belanda. Di sana ia mendirikan pabrik pesawat terbang bernama Dutch Aircraft Factory.
Namun, ia menyadari bahwa masa depan industri pesawat terbang ada di Amerika Serikat. Pada 1922 ia hijrah ke Amerika Serikat dan kembali mendirikan Fokker Aircraft Corporation. Hanya sembilan bulan tinggal di Paman Sam, pria kelahiran Blitar meninggal di usia 49 tahun karena penyakit pneumococcal meningitis pada 23 Desember 1939.
Pilihan Editor: Pesawat Made In Temanggung Ini Terbang Tinggi 200 Meter
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.