TEMPO.CO, Jakarta - Gerhana Matahari terjadi ketika Bulan berada di antara Matahari dan Bumi sehingga cahaya Matahari yang menuju Bumi terhalang oleh Bulan. Fenomena alam ini sangat menarik dan ditunggu-tunggu oleh banyak orang di seluruh belahan dunia.
Gerhana Matahari hanya terjadi ketika fase Bulan baru. Pada saat itu, bayangan Bulan jatuh ke Bumi akibat menutupi sebagian atau seluruh permukaan matahari, tergantung pada posisi dan jarak satelit tersebut. Seiring berkembangnya teknologi, gerhana matahari dapat diprediksi kapan akan terjadi beserta jenis gerhananya.
Secara umum, ada tiga jenis gerhana Matahari: gerhana Matahari total, gerhana Matahari cincin, dan gerhana Matahari sebagian.
Gerhana Matahari total terjadi ketika Bulan sepenuhnya menutupi Matahari sehingga hanya koronanya yang terlihat. Sementara itu, gerhana Matahari cincin terjadi ketika Bulan sedikit lebih jauh dari Bumi sehingga ukurannya tampak lebih kecil. Matahari pun akan tampak seperti cincin dengan Bulan berada tepat di tengahnya. Terakhir, ada gerhana Matahari sebagian di mana bulan hanya menutupi sebagian permukaan Matahari.
Jenis Lain dari Gerhana Matahari
Sebagian orang mungkin belum mengetahui satu jenis gerhana Matahari lainnya, yakni gerhana Matahari hibrida yang sangat langka.
Melansir dari bosscha.itb.ac.id, ada kalanya jarak Bulan tertentu menghasilkan bayangan umbra yang tidak cukup panjang untuk sampai di seluruh bagian permukaan Bumi. Oleh karena itu, akan ada bagian yang hanya mendapatkan bayangan antumbra. Jika hal ini terjadi, gerhana matahari dapat dimulai sebagai gerhana cincin, lalu kemudian berubah menjadi gerhana total, kemudian berakhir kembali sebagai gerhana cincin. Itulah yang dinamakan sebagai gerhana matahari hibrida.
Gerhana Matahari hibrida cukup jarang terjadi, hanya sekitar satu kali setiap dekade. Faktor utamanya adalah jarak Bulan dan Matahari terhadap Bumi yang cenderung stabil. Ketika jarak Bulan dan Bumi sedang relatif dekat, hanya umbra yang jatuh di permukaan Bumi sehingga terciptalah gerhana Matahari total. Sedangkan ketika jarak antara keduanya sedang relatif jauh, antumbra akan ikut jatuh di permukaan Bumi dan menciptakan gerhana matahari cincin.
Nyatanya, jarak Bulan dan Matahari terhadap Bumi dapat beberapa kali berubah dalam satu waktu seperti ketika gerhana Matahari hibrida terjadi. Rentang jarak yang diperlukan agar terjadi jenis gerhana matahari itu sangatlah sempit. Sebagian besar konfigurasi gerhana tidak cocok untuk gerhana Matahari hibrida.
Gerhana Matahari Hibrida 2023, akan Terlihat di Indonesia?
Pada 20 April 2023 mendatang, gerhana Matahari akan terjadi di sejumlah wilayah dunia, termasuk Indonesia. Secara definisi, gerhana Matahari hibrida yang langka ini tidak akan terlihat di Indonesia.
Gerhana Matahari hibrida akan terjadi di North West Cape, semenanjung terpencil di Australia Barat, dilansir dari indiatoday.in. Peristiwa ini juga dikenal sebagai gerhana “Ningaloo” yang berasal dari bahasa Aborigin.
Sementara itu, orang-orang di Indonesia hanya akan bisa melihat gerhana Matahari total dan gerhana Matahari sebagian. Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sendiri tetap menyebut itu sebagai gerhana Matahari hibrida karena ada dua jenis gerhana Matahari yang bakal terjadi di Indonesia. Hanya sebagian wilayah kecil utara Provinsi Aceh yang tidak bisa melihat gerhana Matahari 20 April 2023.
Gerhana Matahari total akan terjadi di Biak, Papua mulai pukul 12.20 WIT sampai 15.26 WIT dengan puncak gerhana pada 13.57 WIT. Sementara itu, Indonesia Barat dan Tengah akan mengalami puncak gerhana Matahari sebagian sekitar pukul 10.00–11.30 WIB atau 11.00–12.30 WITA. Di Jakarta sendiri, puncak gerhana akan terjadi pada 10.45 WIB.
Pilihan editor: Apakah Ada Atmosfer di Bulan Seperti di Bumi? Ini Penjelasannya
NIA HEPPY | SYAHDI MUHARRAM