TEMPO.CO, Jakarta - Populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, masih terjaga 60-70 ekor. Dari jumlah itu, yang terekam kamera penjebak setiap tahunnya 40-50 ekor. "Setiap kami duga ada yang tidak ada, kami kirim tim patroli," kata Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Anggodo, saat dihubungi pada Jumat siang, 14 April 2023.
Anggodo menjawab hasil investigasi kelompok Auriga Nusantara yang menemukan sejumlah indikasi meningkatnya perburuan satwa badak bercula satu itu di Taman Nasional Ujung Kulon. Dengan patroli di darat dan juga dari laut, Anggodo menegaskan, "Kami serius jaga badak."
Sebelumnya, Auriga menyebut indikasi yang pertama adalah didapatinya lubang pada tengkorak badak Samson yang mati pada 2018. Indikasi lainnya, besarnya jumlah kamera deteksi yang hilang di lapangan, mencapai 20 buah sepanjang tahun lalu.
Juga soal 11 kematian badak, terdiri dari empat betina dan tujuh jantan, di Taman Nasional Ujung Kulon sejak 2011. Dari jumlah tersebut, hanya tiga yang dipublikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Seluruhnya juga absen penjelasan dari taman nasional.
Terhadap temuan lubang di tengkorak Samson, Anggodo menyatakan belum bertugas di Taman Nasional Ujung Kulon saat itu. Namun, berdasarkan keterangan yang dihimpunnya, lubang itu bukan sebab kematian badak. Anggodo menambahkan, lubang ditemukan saat nekropsi di laboratorium IPB sudah tertutup serabut tulang.
Lalu apa penyebab kematian Samson? Anggodo hanya menjawab, "Tak mudah menentukannya karena butuh analisa DNA dan lainnya."
Adapun soal kamera deteksi atau camera trap, Anggodo menolak memberikan datanya. Diaku sama seperti yang pernah disampaikannya ke Auriga, data kamera dijaga justru untuk melindungi populasi badak dan menghindari dari bahaya para pemburu. "Karena ada tanggal pengambilan dan koordinatnya," katanya.
Menurut Anggodo, data yang digunakan Auriga masih berbasis 2010. "Penyampaian data ini sifatnya terbatas, ada data-data yang tidak boleh disampaikan ke publik," katanya lagi.
Secara keseluruhan, jumlah kamera di luasan 38 ribu hektare habitat badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon disebutkannya sebanyak 120-an. Idealnya, kata Anggodo, 1000 kamera. Jadi, menurut dia, wajar kalau tidak semua badak bisa terekam kamera setiap tahunnya.
"Terlalu dini mengatakan badak-badak itu hilang... cuma ga terlihat di kamera. Lagian inikan bukan kebun binatang yang setiap hari bisa dilihat," tuturnya.
Anggodo meyakinkan bahwa belum terdeteksi adanya ancaman perburuan di Taman Nasional Ujung Kulon hingga kini. Indikasi versinya adalah temuan kematian Samson yang masih lengkap dengan culanya.
Pada temuan tulang pada 2021 juga diketahui, berdasarkan analisa laboratorium di IPB, kalau empunya tulang adalah induk badak betina, serta dua anakan badak. "Cula hanya ada pada badak jantan, terutama yang dewasa," kata dia.
Pernah pula ditemukan alat jebak pada tahun lalu, tapi inipun diduganya mengincar babi--bukan badak. Semua temuan diaku telah dilaporkan ke kementerian maupun kepolisian. Adapun tindakan dari taman nasional adalah pembersihan alat jebak itu dan menutup akses masuk masyarakat hingga kini. "Mereka yang bahkan ingin sekadar menari madu juga tak boleh masuk," kata Anggodo.
Pilihan Editor: BRIN Ungkap Minim Komersialisasi Kekayaan Intelektual Penelitinya