TEMPO.CO, Jakarta - Amira Abdat, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) 2020 mengabdikan diri menjadi dokter spesialis obgyn di Fakfak, Papua Barat. Dia menjadi dokter obgyn satu-satunya di daerah tersebut.
Amira mendapat beasiswa dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada 2015 untuk melanjutkan pendidikan spesialisnya di Unair. Pada 2012, dia menuntaskan studi S1 di Fakulras Kedokteran di Universitas Trisakti 2012. Usai lulus, pada 2013 hingga 2015 dia menjadi dokter umum dengan penempatan di puskesmas pelosok Fakfak.
“Saya mengamati dokter spesialis kandungan di sana tidak ada yang menetap. Sehingga ada dan tiada. Dengan segala urgensi yang ada, saya melanjutkan spesialis di Unair dari 2015 hingga 2020. Selepas pendidikan hingga hari ini saya kembali mengabdikan diri di Fakfak Papua,” jelasnya dilansir dari situs Unair pada Rabu, 17 Mei 2023.
Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi itu mengatakan terdapat 95 ribu jumlah penduduk di Fakfak dan 50 persennya adalah perempuan. Ibu yang sedang hamil, kata dia, sulit mendapat akses pemeriksaan. Kondisi itu membuat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi.
“Kehadiran kami, selain pengobatan, juga penyuluhan terkait seks pra-nikah. Sebab dari fenomena yang ada, kebanyakan saat hamil anak ketiga, sang ibu baru dinikahi suami. Itu pun secara siri dan sudah dinormalisasi. Terlepas dari minimnya hiburan, mereka melakukan hubungan seksual tanpa dibekali pengetahuan,’’ paparnya.
Kondisi itu diperparah dengan penolakan penduduk terhadap dokter maupun tenaga medis. Sebab, kebiasaan penduduk yang lebih tertarik ke dukun daripada tempat pelayanan kesehatan. Jarak tempuh dari kampung ke kota menghabiskan waktu berjam-jam. Banyak pula penduduk yang belum memiliki kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
“Jangankan BPJS, akta kelahiran, kartu keluarga dan berkas administratif lainnya. Mereka cenderung belum memiliki,’’ katanya.
Selanjutnya, mengenai kondisi fasilitas kesehatan di Papua Barat, dokter asal Bogor ini memaparkan RSUD Fakfak bertipe C dengan alat kesehatan sesuai standar akreditasi dan memiliki empat dokter dasar yakni dokter bedah, penyakit dalam, kandungan, dan anak. Bagi Amira, meski fasilitas belum sempurna, tapi rumah sakit tersebut terbilang cukup lengkap.
Jemput Bola hingga ke Pedalaman
Kondisi itu perlahan berubah dengan kehadiran gerakan jemput bola yang Amira inisiasi bersama timnya. Mereka melayani pasien hingga pedalaman yang tidak terjangkau puskesmas.
Untuk ke daerah pelosok, Almira dan kawan-kawannnya menghabiskan watu selama 4-6 jam melewati perjalanan laut dengan perahu yang bermuatan lima orang. Tak jarang, mereka berhadapan dengan angin kencang, ombak, dan hujan deras.