Ia menyebutkan memang ada ancaman deforestasi dalam pembangunan IKN itu. Deforestasi secara terencana terjadi pada sektor-sektor yang memanfaatkan lahan hutan, mengkonversi serta mengubah peruntukan lahan hutan.
“Pemerintah mengusung konsep IKN kota maju, pintar, hijau. 75 persen IKN merupakan kawasan hijau. Namun, menjadi pertanyaan kritis karena status 256 ribu hektar itu hutan. Jika 75 persen kawasan hijau berarti melakukan deforestasi sebesar 30 persen untuk pembangunan infrastruktur dan sebagainya,”urainya.
Berangkat dari data Bapenas, Dwiko menuturkan kondisi hutan di kawasan IKN juga tidak berada dalam kondisi baik. Dari 256 ribu hektar kawasan hanya 43 persen saja yang berhutan. Artinya, terjadi deforetasi yang cukup besar sebanyak 57 persen.
“Mampukah mentransformasi hutan eukaliptus yang kualitasnya lebih rendah dari pimer menjadi hutan tropis yang mampu menyuplai oksigen, biodiversitas, mempertahankan kelestarian hutan dan lainnya?” tuturnya.
Sedangkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ujar Dwiko, kemampuan untuk melakukan rehabilitasi hutan 900 hektar pertahun dengan persen keberhasilan yang rendah.
Selain itu membutuhkan waktu sekitar 99 tahun untuk bisa mentransformasi hutan IKN menjadi hutan kembali. "Kami punya teknologi reforestasi close to nature yang sudah dipraktikan mampu meningkatkan cadangan karbon dari 100 menjadi 200 ton per hektar, tapi political will dari pemerintah seperti apa untuk ini? Apakah IKN bisa jadi spirit baru untuk mentransformasi?,” katanya.
Pilihan Editor: Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi 2023 Dibuka, Bantuan Dibayarkan per 3 Bulan