Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Legenda Monster Bintang di Alam Semesta, Jejak Kimianya Sudah Ditemukan

image-gnews
Gugus bola Messier 13, atau Gugus Hercules, seperti yang terlihat oleh Teleskop Luar Angkasa Hubble.  Di suatu tempat di tengah kerumunan bintang yang padat ini mungkin terdapat monster kosmik yang dikenal sebagai superstar.  (Kredit gambar: NASA, ESA, dan Hubble Heritage Team (STScI/AURA); Pengakuan: C. Bailyn (Universitas Yale), W. Lewin (Institut Teknologi Massachusetts), A. Sarajedini (Universitas Florida), dan W  .van Altena (Universitas Yale)) Kosmik
Gugus bola Messier 13, atau Gugus Hercules, seperti yang terlihat oleh Teleskop Luar Angkasa Hubble. Di suatu tempat di tengah kerumunan bintang yang padat ini mungkin terdapat monster kosmik yang dikenal sebagai superstar. (Kredit gambar: NASA, ESA, dan Hubble Heritage Team (STScI/AURA); Pengakuan: C. Bailyn (Universitas Yale), W. Lewin (Institut Teknologi Massachusetts), A. Sarajedini (Universitas Florida), dan W .van Altena (Universitas Yale)) Kosmik
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Monster bintang hidup di alam raya. James Webb Space Telescope (JWST) mendeteksinya tinggal di satu lokasi dalam gugusan atau klaster padat bintang-bintang yang lahir hanya beberapa ratus juta tahun setelah terjadi Big Bang. 

Berdasarkan pengamatan JWST, monster ini adalah bintang supermasif yang berada dalam globular clusters yang lahir sekitar 13,4 miliar tahun yang lalu. Klaster globular biasa diidentifikasi sebagai puluhan ribu hingga jutaan bintang yang terikat lewat gaya gravitasi yang kuat. Klaster globular ini biasanya jauh lebih besar daripada klaster yang terbuka (open). 

Klaster-klaster globular ini ditemukan di hampir setiap galaksi, apapun jenisnya. Termasuk di Galaksi Bima Sakti tempat Bumi dan tata surya kita berdiam. Bima Sakti diperkirakan menampung setidaknya 180 di antaranya.

Gugusan atau klaster globular tidak hanya merupakan pengelompokan bintang paling masif dan paling kuno, yang lahir bersama paling cepat 440 juta tahun setelah Big Bang. Tetapi juga, bintang-bintang ini dapat menunjukkan anomali yang tidak ditemukan dalam kumpulan bintang lainnya.

Penjelasannya begini, bintang-bintang di gugus ini cenderung menunjukkan tingkat variasi komposisi yang tinggi, meskipun faktanya mereka lahir bersamaan dari awan gas dan debu dingin yang runtuh. Proporsi oksigen, nitrogen, natrium, dan aluminium bervariasi dari satu bintang ke bintang lainnya. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi para astronom untuk menjelaskan mengenai ‘anomali berkelimpahan'.

Salah satu potensi penjelasannya muncul pada 2018. Disebutkan, bintang supermasif "mencemari" awan gas di awal gugusan globular terbentuk. Hal ini menyebabkan bayi-bayi bintang mengalami pengayaan unsur kimia secara tidak merata.

Terkini, tim peneliti mengumumkan bahwa Teleskop James Webb telah melihat jejak kimia bukti pengamatan pertama untuk teori pengayaan di atas. "Berkat data yang dikumpulkan oleh JWST, kami yakin telah menemukan petunjuk pertama tentang keberadaan bintang-bintang luar biasa ini," kata Corinne Charbonnel, seorang profesor astronomi dari Universitas Jenewa, Swiss.

 
Perbandingan Monster Bintang dan Matahari

Sebagai perbandingan, bintang-bintang supermasif berukuran 5.000 sampai 10.000 kali lebih besar daripada bintang di tata surya kita, Matahari. Bagian intinya memiliki panas 75 juta derajat Celcius, berbanding 15 juta derajat di jantung  Matahari.  

Meski begitu, terlepas dari ukurannya yang mengintimidasi dan suhu yang menakutkan, bintang-bintang supermasif tidak selalu mudah ditemukan. Ini karena mereka membakar bahan bakarnya untuk fusi nuklir dengan cepat, dan karenanya memiliki masa hidup yang pendek.

Menurut Mark Gieles dari Universitas Barcelona, anggota tim yang sama yang menemukan jejak kimia itu, gugusan atau klaster berusia 10-13 miliar tahun, sedangkan umur maksimum bintang bintangnya adalah dua juta tahun. "Oleh karena itu, mereka menghilang sangat awal dari gugus yang saat ini dapat diamati. Hanya jejak tidak langsung yang tersisa."

Bantuan JWST

Untuk menemukan tanda-tanda bintang supermasif ini, tim studi beralih ke sensor inframerah yang dimiliki JWST. Tujuannya, menangkap gugusan di keberadaannya yang lebih awal. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat ini Teleskop James Webb melihat GN-z11 sebagai galaksi terjauh dan terlahir paling awal di antara yang bisa dilihatnya di alam semesta. Galaksi ini terletak sekitar 13,3 miliar tahun cahaya, dan JWST melihatnya seperti saat usianya baru beberapa puluh juta tahun--menjadikannya pilihan yang baik sebagai tempat berburu gugusan muda.

Karena unsur kimia menyerap dan memancarkan cahaya pada frekuensi tertentu, spektrum cahaya dari sumber kosmik mengandung "sidik jari" yang menunjukkan komposisi benda langit.  Para astronom mengambil cahaya dari GN-z11 yang dilihat oleh JWST dan memecahnya, lalu menemukan dua informasi berharga dalam proses tersebut.

"Telah ditetapkan bahwa itu [GN-z11] mengandung proporsi nitrogen yang sangat tinggi dan kepadatan bintang yang sangat tinggi," kata anggota tim studi Daniel Schaerer, juga profesor astronomi dari Universitas Jenewa.

Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa beberapa gugusan globular lahir di GN-z11 dalam kondisi seperti yang diperkirakan para ahli selama ini, juga bahwa gugus tersebut masih menampung bintang supermasif aktif. Ini karena keberadaan nitrogen yang kuat hanya dapat dijelaskan dengan pembakaran hidrogen pada suhu yang sangat tinggi. "Suhu yang hanya dapat dicapai di inti bintang supermasif," kata Charbonnel.

Diharapkan, ada penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan komposisi yang aneh. 

SPACE

Pilihan Editor: Awas Phishing Baru Pakai File PDF Palsu, Beredar di WA


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


111 Tahun Muhammadiyah, Ini Makna Logo Matahari dan 12 Sinar Utama

15 hari lalu

Logo Muhammadiyah. ANTARA/HO-istimewa
111 Tahun Muhammadiyah, Ini Makna Logo Matahari dan 12 Sinar Utama

Muhammadiyah rayakan hari jadinya ke-111. Ini perjuangan KH Ahmad Dahlan mendirikannya, dan makna logo Muhammadiyah.


Kisah Sinar Gamma di Luar Galaksi Bima Sakti Ganggu Atmosfer Bumi

19 hari lalu

Ledakan terkuat di luar angkasa yang pernah teramati. Semburan sinar gamma GRB221009A tersebut adalah titik merah muda yang ada di pusat atau tengah gambar. Northwestern Univ
Kisah Sinar Gamma di Luar Galaksi Bima Sakti Ganggu Atmosfer Bumi

Semburan sinar gamma di galaksi jauh mengganggu atmosfer bagian atas bumi.


Temuan Baru, 7 Planet di Tata Surya Ternyata Dipanggang oleh Bintangnya

27 hari lalu

Tata Surya. FOto: Space.com
Temuan Baru, 7 Planet di Tata Surya Ternyata Dipanggang oleh Bintangnya

Astronom menemukan tujuh planet 'digoreng' oleh bintangnya.


Ahli: Matahari Mengembang 1.000 Kali Lipat di Masa Akhirnya dan Melenyapkan Bumi Sekejap

32 hari lalu

Dua bintik hitam besar di matahari, yang dikenal sebagai sunspots (bintik matahari), muncul pada bulan Februari 2013, dan masing-masing seluas enam kalli Bumi. Kredit: NASA/SDO/AIA/HMI/Goddard Space Flight Center
Ahli: Matahari Mengembang 1.000 Kali Lipat di Masa Akhirnya dan Melenyapkan Bumi Sekejap

Rho Coronae Borealis adalah bintang katai deret utama berwarna kuning-oranye dengan 96 persen massa Matahari Bumi.


Astronom Deteksi Ledakan Energi Misterius Berusia 8 Miliar Tahun

43 hari lalu

Kesan seniman ini, tanpa memperhitungkan skalanya, menggambarkan jalur semburan radio cepat dari galaksi jauh tempat asalnya hingga ke Bumi, di salah satu lengan spiral galaksi Bima Sakti, dalam gambar selebaran yang diperoleh pada 20 Oktober 2023 ini. ESO/M. Kornmesser/Handout melalui REUTERS
Astronom Deteksi Ledakan Energi Misterius Berusia 8 Miliar Tahun

Para astronom mendeteksi ledakan energi misterius berusia 8 miliar tahun.


11 Oktober Hari Tanpa Bayangan di Bandung, Fenomena Apa?

54 hari lalu

Hari tanpa bayangan. ANTARA
11 Oktober Hari Tanpa Bayangan di Bandung, Fenomena Apa?

Hari tanpa bayangan atau kulminasi akan terjadi di Kota Bandung pada Rabu, 11 Oktober. Bagaimana penjelasan ilmiahnya?


Mengenal 5 Rasi Bintang di Alam Semesta

54 hari lalu

IAU mengamanatkan Indonesia untuk menamai bintang HD 117618 dan planet yang mengitarinya sesuai Henry Draper Catalogue di rasi bintang Centaurus. Kredit: hai-ias.org/nameexoworlds/
Mengenal 5 Rasi Bintang di Alam Semesta

Saat ini rasi bintang yang tercatat di NASA berjumlah 88. Berikut lima rasi bintang di antaranya.


Mengapa Bintang Bersinar?

54 hari lalu

Ilustrasi bintang super raksasa merah yang bertransisi menjadi supernova Tipe II. (Observatorium W. M. Keck/Adam Makarenko)
Mengapa Bintang Bersinar?

Bintang adalah salah satu benda langit yang penting dalam susunan kosmik. Lantas, mengapa bintang bersinar?


Hari Tanpa Bayangan Singgah di Jakarta, Tangerang dan Bekasi Siang Ini

56 hari lalu

Ilustrasi hari tanpa bayangan. Twitter/@Vascsc
Hari Tanpa Bayangan Singgah di Jakarta, Tangerang dan Bekasi Siang Ini

Hari kulminasi utama dikenal juga sebagai hari tanpa bayangan.


Penyebab Jakarta Panas Belakangan Ini, Penyinaran Matahari Minim Hambatan

1 Oktober 2023

Warga berjalan di tengah cuaca terik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin, 24 April 2023. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan dinamika atmosfer yang tidak biasa menjadi salah satu penyebab Indonesia mengalami suhu panas dalam beberapa hari terakhir. ANTARA/Fauzan
Penyebab Jakarta Panas Belakangan Ini, Penyinaran Matahari Minim Hambatan

Suhu di Jakarta dan sekitarnya tercatat antara 35 dan 37 derajat Celsius