TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti klimatologi di Pusat Iklim dan Atmosfer, BRIN, Erma Yulihastin, mengungkap Siklon Tropis Mawar di utara Papua dekat Filipina saat ini telah menggeser pusat konveksi dari selatan ke utara ekuator. Ini menjawab, antara lain, langkanya potensi hujan di Pulau Jawa selama beberapa hari terakhir.
Menurutnya, kelembapan rendah yang berasosiasi pada atmosfer kering mulai tampak di selatan Indonesia dampak dari siklon tersebut. Tapi, siklon berdampak kecuali untuk bagian timur di Papua dan sekitarnya.
Erma menjelaskan, kelembapan tinggi masih terpantau di timur Indonesia dekat Papua berasosiasi dengan fenomena SPCZ (South Pacific Convergence Zone). SPCZ inilah, bersama dampak Siklon Mawar, yang disebutnya berperan sebagai benteng terakhir yang melindungi Indonesia dari El Nino.
"Jika SPCZ menghilang, maka El Nino dapat segera eksis dan dampak kering yang tercepat terjadi di wilayah timur karena dekat dengan Samudera Pasifik," katanya lewat akun media sosial dan dikonfirmasi ulang pada Sabtu 27 Mei 2023.
Lebih lanjut, Erma memprediksi kedatangan El Nino tinggal menghitung hari, yakni pada Juni. Fenomena anomali suhu muka laut di Samudera Pasifik ini disebutnya membawa dampak kering meluas pada Juli. "Karena diikuti dengan potensi terjadinya IOD positif," katanya menunjuk fenomena lain dari Samudera Hindia, Indian Ocean Dipole.
Berdasarkan analisanya, Erma menambahkan, mulai Juni nanti kekeringan akan mulai merambah selatan Indonesia dan berpotensi meluas pada Juli. "Sehingga Juli dapat menjadi bulan paling kering terutama untuk Pulau Jawa."
Pilihan Editor: YouTube Bunuh Stories Karena Gagal Populer, Dorong Pengguna ke 2 Fitur Ini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.